Spanduk dan Identitas Kota

Sumber: Google
Spanduk dan berbagai hiasan lainnya seperti poster,billoard , dan baliho, bukankah hannya sekedar media luar ruang yang berfungsi untuk mempromosikan sebuah kegiatan. 

Pada bagian tertentu, spanduk juga memberikan gambaran atas ide dan imaji yang berkelindan di suatu kota mana pun. Ia menjadi sebuah salah satu indikator indentitas sebuah kota. 

Bentuk hingga isi spanduk merefleksikan berbagai aktivitas penghuninya. Aktivitas ekonomi, keagamaan,politik , pendidikan sosiokultural, hingga tema kebudayaan. Dari spanduk kita menengarai apa saja yang dilakukan masyarakat sebuah kota, hobi, dan  kecenderungan hidup hingga perangai atau bahkan derajat sebuah kota itu sendiri.

Hampir disetiap pinggir pada setiap pinggir jalan di pusat kota, tengah kota hingga sudut kota ditemuka spanduk yang terpampang dengan berbagai ukuran yang disediakan. Spanduk ini hadir dengan hasrat untuk mengambarkan ide dengan harapan masyarakat yang membacanya turut mengamini ide tersebut. Ia menjadi  sarana untuk memersuasi publik yang masih dianggap efektif, baik radio, telivisi, maupun internet, bermunculna untuk menyanginya.

Menjadi Senjata Industri
Dalam konteks ekonomi dan industri, spanduk adalah senjata promosional yang sudah ratusan menjadi salah satu pilhan utama. Tulisan dan gambar artistik dalam spanduk, dengan berbagai tehnologi dan desain yang kian cangih, memberikan tawaran pada publik tentang satu prooduk dari industri. 

Kehadiran yang permanen, dan hampir tidak peduli peduli waktu dan situasi, itu, dalam tingkat tertentu telah menjadi teror. Teror yang menghantam mata dan kesadaran publik hingga ia tidak sadar sudah tenggelam menjadi korban dari permainan citra itu dan mengikuti ajakan halus di balik kata dan gambar tersebut. Membelanjakan sebagaian pendapatannya untuk produk industri yang ditawarkan.

Bagi kota atau  pemerintahnya, kkehadiran spanduk semacam itu tampaknya tidak terlalu menganggu. Karena spanduk promotif itu seperti cermin yang menandakan betapa hidupnya kota- kota yang bersangkutan: betapa kegiatan ekonomi, sosial, politik, hingga budaya berlansung dengan dinamis. spanduk menandakan  luas dan besarnya transaksi yang dilakukan oleh masyarakat sebuah kota.

Metropolisnya sebuah kota pun dihitung dari seberapa banyak dan dalam hubungan transaksional terjadi di antara penduduknya. Dengan demikian pula kota memiliki perhatian terhadap kebudayaan. Maka, kota memiliki kecenderungan untuk mewartakan berbagai aktivitas yang berhubungan dengan kebudayaan, mulai dari pentas puisi, teater, seminar kebudayaan, hingga pagelaran seni tradisional.

Alat Ideologi
Membaca spanduk bukan hannya kegiatan mencari informasi dan identitas kota, tetapi juga narasi  dari situasi yang telah dan tengah terjadi. Spanduk yang dipasang dipingir-pingir jalan ataupun spanduk yang dibawa dalam sebuah aksi demontrasi (politik), misalnya. Aksi unjuk rasa selalu identik dengan spanduk. 

Spanduk dijadikan sebagai bagian dari alat-alat komunikasi unrtuk menyampaikan aspirasi. Tulisan-tulisan dalam spanduk berisi dukungan, pujian, apresiasi,hingga cacian,ungkapan atas kesenjangan dan resistensi pada sebuah kebijjakan.

Sapardi Djoko Damono (1998) dalam sajaknya ketika sebagai kakek di Tahun 2040, kau menjawab pertayaan cucumu, menyebut spanduk sebagai dia untuk mengekspresikan gagasan lewat kata penuh kesopanan hingga makian dan sampai pada cercaan. Sapardi menulis,”..lalu menguratkan baris pertama bab yang baru. Seraya mencat spanduk dengan teks yang seru. Terpicu oleh kwan-kawan yang ditembus peluru…” Spanduk merefleksikan kondisi kota tahun 1998 yang berdarah, tragis dan emosional. 

Dalam konteks revolusi Indonesia, pergolakan ide-ide pun terbaca dari spanduk.
Gie (2005), sebuah film sejarah revolusi, member ilustrasi kegunaan spanduk itu. Dalam konteks politik praktis, pemilihan kepala daerah selalu identik dengan spanduk yang bertulisan nama calon, partai pendukung, dan program kerja yang nanti akan direalisasikan jika terpilih. Begitu juga dengan politik pemerintah dalam mengkampanyekan program-program yang sudah dilaksanakan dan belum atau yang tengah berlansung pada masanya. 

Spanduk menjadi alat politik dan ideologi, sekaligus penegas sebuah identitas. Sebagai kota penuh gairah intelektual,kota yang berkebudayaan, kaya moralitas, atau juga sebaliknya: kota yang sedang mengalami krisis dan degradasi moral.

 Oleh : Ahyar Rosidi  

0 komentar:

Posting Komentar

 

Translate

Flickr Photostream

Twitter Updates

Meet The Author