Sumber Energi dan Potensi Dampak Lingkunganya

Ilustrasi, sumber foto www.matematika.com


Indonesia memiliki sumber energi yang berlimpah. Pada tingkat regional Asia Tenggara, Indonesia merupakan produsen minyak terbesar, namun, karena kebutuhan domistik yang tinggi, menuanya ladang serta rendahnya tingkat investasi akibat regulasi baik ditingkat nasional maupun daerah membuat Indonesia terpaksa harus mengimpor komoditas tersebut.

Penurunan volume produksi akan terus berlansung. Kondisi ini berbeda dengan gas bumi, di mana Indonesia juga merupakan raja di wilayah Asia Tenggra. Produksi gas terus memperlihatkan tren peningkatan. Salah satu jalan untuk mempertahankan atau meningkatkan volume produksi adalah dengan mengejot investasi, khususnya untuk kegiatan eksplorasi. 

Namun mendatangkan investor tidaklah mudah mengingat resiko bisnis industri ini sangat besar. Maka tidak heran, jika industri ini cenderung oligopolistik (di mana permainan-permainan besar menguasai pangsa produksi).

Besarnya resiko bisnis dapapt dilihat dari aktivitas eksplorasi dan eksploitasi. Kegigihan upaya eksplorasi sama sekali tidak menjamin ditemukannya cadangan minyak dalam jumlah yang signifikan dan banyak. Padahal, disisi lain dana yang dikeluarkan tidak sedikit, dan dampak yang diakibatkan terhadap lingkungan juga sudah dirasakan. 

Potensi dampak yang ditimbulkan dapat terjadi atas atmosfer, tanah, air ekosistem disekelilingnya bahkan manusia. Lebih jauh juga terdapat beragam kondisi darurat, yang kapan saja dapat terjadi, terdapat pula beragam kondisi darurat yang kapan saja dapat terjadi, seperti ledakan dan kebakaran. Bencana semacam ini tentu berdampak lebih parah bagi lingkungan.  

Selain migas sumber energi fosil yang dibahas adalah batubara, yang memiliki peran sangat vital dalam elektrifikasi nasional. Tanah air kita memiliki cadangan batubara yang jauh lebih besar dibandingkan dengan negara-negara tetangga.

Tingkat produksi dan volume ekspor pun terus bertumbuh hingga menjadikan Indonesia sebagai salah satu eksportir terbesar di dunia, namun negara-negara eksportir terus mendapat sorotan dari masyarakat Internasional, akibat dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan, baik selama proses penambangan maupun pada saat diubah menjadi tenaga listrik. Dampak negatif dari batubara terjadi pada air, tanah, udara dan satwa liar lainya yang hidup di hutan.

Menyadari dampak buruk dari eksploitasi batubara, banyak negara kini berupaya mencari energi alternatif. Indonesia merupakan salah satu negara yang secara ukuran “geografis” sangat beruntung karena berokasi di atas jalur cincin api sehingga memilki cadangan gas panas bumi yang besar. 

Dilihat dari volume cadangan yang dimiliki, geoternal berpotensi mengantikan batubara dalam menghasilkan listrik. Hambatan terberat untuk memanfaatkan energi panas bumi di tanah air disebabkan oleh banyaknya cadangan yang terletak di kawasan konservasi. UU gas bumi yang disahkan 2014 diharapkan menjadi solusi atas masalah lingkungan tersebut.

Kini, tantangan bagi para pengembangan adalah pemodalan, mengingat eksplorasi dan eksploitasinya sangat mahal dan memiliki resiko usaha yang tinggi, meskipun sumberdaya energi ini dapat dimanfaatkan berbagai keperluan (tidak hannya untuk pembangkit listrik).  

Oleh sebab itu mekanisme pembiyaan proyek pengembangan panas bumi sangat layak untuk dicarikan  solusinya. Banyak, pihak termasuk kelompok pencinta lingkungan, sangat menantikan pengembangan geoternal di Indonesia, mengingat dampak lingkungan yang ditimbulkannya relatif sangat kecil dibandingkkan dengan energi fosil.

Selain geoternal, bioenergi juga berpeluang mengantikan batubara dalam memproduksi listrik. Proses pemanfaatnaya pun lebih sederhana dan dapat dikembangkan di seluruh wilayah Nusantara. Namun, hal yang harus diperhatikan ialah jangan sampai pemanfaatan bioenergi berkompetisi dalam ketahanan pangan nasional. Untuk itu harus terdapat intensif untuk inovasi pengembangan bioenergi yang berasal dari tanaman non pangan.

Menyangkut pelestarian lingkungan, meskipun bioenergi dikatagorikan sebagai energi bersih, namun pemantauan harus terus dilakukan. Potensi dampak negatif yang ditimbulkan dapat terjadi terhadap kualitas udara, keberadan hutan, biodiversitas, air dan tanah.

Sumber energi bersih berikutnya adalah air, yang dianggap sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia, karena jumlah berlimpah sehingga juga dapat mengantikan energi fosil dalam menghasilkan listrik. Fakta menunjukkan bahwa di dunia ini terdapat negara-negara yang mengantungkan pasokkan listriknya dari PLTA. 

Indonesia juga sebenarnya juga dirintas sejak kolonial Belanda. Dengan demikian, PLTA bukanlah barang baru di tanah air. Di samping itu aplikasi teknologinya yang sederhana memungkinkan pembangunannya secara swadaya oleh masyarakat pedesaan. Hal ini mengerakkan pemrintah untuk mendorong pemanfaatan energi air dengan mengkaji berbagai bendungan yang tadinya hannya digunakan untuk sarana irigasi

Dari persfektif pelestarian lingkungan, pemanfaatan tenaga air merupakan hal positif  jika dibandingkan dengan energi konvensional, namun hal ini tetap membawa dampak negatif terhadap pengunaan tanah, ekosistem dan iklim, oleh sebab itu, kajian yang kini dilakukan pemerintah tidak boleh hannya mempertimbangkan aspek teknis ekonomis  belaka, tetapi juga memperhitungkan potensi dampak lingkungan yang ditimbulkan.

Sumber energi air bersih di tanah air paling potensial berasal dari tenaga air dan panas bumi, namun sayangnya, hingga saat ini energi terbarukan baru berperan kurang dari 20 persen dalam produksi listrik. Indonesia justru bergantung pada batubara, yang memiliki dampak negatif terhdap lingkungan. Ketergantungan inilah yang membuat banyak pihak yakin bahwa emisi karbon dioksida dari aktivitas listrik meningkat sebanyak empat kali lipat pada tahun 2030.

Namun perlu diingat bahwa sumber energi bersih tetap saja memiliki dampak negatif terhadap lingkungan, yakni umumnya pada air, tanah, udara maupun ekosistem disekitarnya. Meskipun berdampak pada lingkunganya, jika dibandingkakn dengan energi fosil, emisi yang dihasilkan oleh sumber energi terbarukan diyakini jauh lebih kecil.

Dengan demikian tujuan regulasi adalah bukan untuk mengelimasi semua dampak, tapi meminimalkannya. Untuk menimalkan dampak tersebut, alah satu langkah yang dapat ditempuh pemerintah adalah dengan mengunakan instruman fiskal.

Berbagai inovasi teknologi untuk aktivitas eksplorasi dan eksploitasi yang lebih ramah lingkungan sangat pantas untuk mendapatkan isentif fiskal. Langk lain yang layak dilakukan pemerintah juga dalah dengan kerja sama dengan pihak asing untuk memperoleh bantuan teknis dalam hal pemanfaatan energi bersih. Ini dapat dilakukan dengan membangun pusat kajian yang berkolaborasi dengan lembaga-lembaga penelitian atau pun universitas-universitas teknologi.

Pemerintah dapat membangun semacam “Silicon Valley” atau pusat inovasi untuk riset teknologi. Selain itu studi empiris dampak lingkugan dari aktivitas produksi energi yang harus diperbanyak. Masih sangat minimnya kajian-kajian dan sosialisasi temuanya juga dapat menjadi salah satu penyebab rendahnya kesadaran tentang pentingnya meminimalkan dampak lingkungan saat ini dengan melakukan aktivitas ekstraksi sumber energi.


Tulisan ini diikutsertakan dalam kompetisi Blog #15HariCeritaEnergiterbarukan dan konservasi energi yang diselengarakan oleh www.esdm.go.id

Sumber bahan tulisan; 
Harian Kompas, 12 Agustus 2017
Majalah Prisma (Ekonomi dan Politik) LP3ES Volume, 35 2016






0 komentar:

Posting Komentar

 

Translate

Flickr Photostream

Twitter Updates

Meet The Author