Mengapa menulis itu sulit dan terasa jadi beban? Mengapa saya kalau menulis tak bisa selancar ketika berbicara? Mengapa tulisan saya terasa membosankan, bahkan saya sendiri pun enggan membacanya ulang? Deretan pertanyaan tersebut kerap terdengar tiap kali seseorang diminta untuk menulis.
Tak ada teori baku yang bisa memberi jawaban atas pertanyaan tersebut. Tetapi beberapa poin berikut ini rasanya sedikit banyak bisa dijadikan pijakan mencerahkan untuk untuk modal awal menjadi penulis yang trampil.
1. Rahasia kreativitas adalah mendekatkan tangan dengan otak.
Orang bijak bilang segala sesuatu adalah soal pikiran. Jika kita betul-betul ingin menulis, beri tangan kita pena. Biarkan tangan itu menjalin kerjasama dengan otak. Tetaplah menulis. Albert Einstein pernah mengatakan, apa yang ditulis oleh tangan kita adalah langkah pertama yang akan mewujudkan apa yang ada di kepala kita.
2. Segeralah Menulis!
William Blake (1757-1827), penyair klasik Inggris, mengatakan hasrat semata tanpa tindakan akan membiakkan penyakit. Mau menulis, ya menulislah. Menulislah dalam keadaan apa pun. Tanpa ide pun orang bisa menulis. Yang tidak bisa adalah menulis tanpa kemauan. Menulis apa saja akan memancing datangnya ide. Jangan berhenti menulis lantaran tidak mood, sedang stres, sedih, tertekan. Sama saja dengan seorang bankir atau polisi, meski dirinya lagi sedih, ia tidak boleh melalaikan tugasnya. Demikian juga semestinya seorang penulis.
3. Menulis Buruk.
Jangan terpaku untuk segera menghasilkan tulisan yang baik. Menulis apa saja tanpa takut jelek. Jangan biarkan kertas kita tetap kosong hanya karena memikirkan bagaimana menulis yang baik. Tulisan buruk jauh lebih baik ketimbang tulisan yang sempurna yang tidak pernah ada. Jangan bengong. Menulislah buruk kemudian editlah. Ingat, kita tidak pernah bisa mengedit tulisan yang tidak pernah ada. “Orang yang tidak pernah melakukan kesalahan, biasanya tidak melakukan apa-apa.
4. Menulis Cepat.
Menulislah dengan cepat. Jangan biarkan diri kita dikuasai mood. Mood dan tidak mood adalah perkara pikiran. Singkirkan jauh-jauh. Menulis itu seperti orang bercakap-cakap. Jika kita merasa waktu terlalu sempit untuk menulis, menulislah secepat-cepatnya. Isaac Asimov mengaku, “Saya menjadi produktif, saya rasa, karena saya menulis secara simpel dan apa adanya.” Penulis cepat adalah penulis yang baik. Penulis baik adalah penulis cepat. Ingat, kecakapan senantiasa berdampingan dengan kecepatan pengerjaan. Jangan terpaku dengan kata-kata dan gaya penulis-penulis besar. Tulislah cepat dengan gaya dan apa adanya diri kita. Ernerst Hemingway (1899-1961) mengatakan, “Apakah ia pikir kekuatan emosi lahir karena kata-kata besar?...ada kata-kata yang simpel, lebih baik, dan lebih lazim. Itulah yang kugunakan.” Menulislah cepat tanpa meyensor diri.
5. Strategi tiga kata.
5. Strategi tiga kata.
Alat bantu menulis cepat adalah strategi tiga kata. Kita memerlukan tiga kata untuk membuat tulisan mengalir cepat. Gunakan tiga kata itu untuk menyusun paragraf. Gunakan salah satu kata untuk mengawali tulisan. Tiga kata itu akan merangsang otak melakukan keajaiban, yakni berasosiasi.
6. Jangan Menulis Sekaligus Mengedit.
Jangan mengerjakan dua pekerjaan besar secara bersamaan, yakni menuangkan gagasan dalam tulisan dan mengedit. Kita sering terjebak untuk menulis sekaligus mengedit saat itu juga. Kita tidak sabar menghasilkan tulisan yang bagus. Akibatnya, kita sering mengapus tulisan kita, berhenti lama, dan tidak kunjung menulis.
7. Show, Don’t Tell. Untuk menggambarkan situasi dan kondisi, kita sebaiknya melakukan deskripsi sejelas-jelasnya agar pembaca sendiri tahu, kapan seorang lagi marah, berwajah cantik, sopan, dan sebagainya. Jangan katakan kepada pembaca kalau tokoh kita lagi marah, tapi gambarkanlah.
8. Konkretkan Konsep-konsep Abstrak. Gambarkan dengan jelas konsep-konsep abstrak seperti cinta, panas, pengap, dan sebagainya. Kreatiflah dalam menggambarkan itu semua agar tidak jatuh pada penggambaran yang itu-itu saja.
9. Deskripsi dengan Lima Indra. Deskripsi yang baik membuat cerita “hidup” di benak pembaca. Buatlah pembaca mampu melihat sesuatu, mencium baunya, merasakan persentuhannya, mendengar bunyinya, dan mencecap rasanya. Tulisan kita akan benar-benar hidup. (yar)
0 komentar:
Posting Komentar