Para Peternak Sapi Sedang Istirahat |
Singkat cerita, Sahrul lulus sebagai SMD dan proposal Putri
Bekekem diterima pemerintah. Pada November 2010 kucuran bantuan NTB BSS pun
turun sebesar Rp 325 juta. “Tuhan memudahkan urusan kami, prosesnya lancar saja
tanpa kendala berarti,” terang Mahyudin, ketua yang baru penganti Sabar yang
terpilih sebagai kepala dusun. Mahyudin dan Sahrul serta 32 anggota kelompok
segera merancang rencana kerja 5-10 tahun ke depan.
Dengan uang bantuan pemerintah tadi, 46 ekor
sapi mereka beli secara bertahap karena kapasitas kandang yang masih terbatas.
Pada akhir 2010 itu juga, Tuhan memberi satu lagi kemudahan, Pemerintah Daerah
Lombok Tengah mengucurkan dana bantuan sanitasi Rp 20 juta bagi kelompok
ternak yang pernah dibina ACIAR.
Dana itulah yang digunakan memugar kandang
untuk menampung sapi baru bantuan NTB BSS.
46 ekor sapi baru yang dibeli dari dana
bantuan NTB BSS, separuhnya pejantan dan separuhnya lagi betina. Rata-rata
berumur 2,5 tahun dan sudah bunting. Masing-masing anggota kelompok mendapat
jatah 1-2 ekor. Seiring perjalanan waktu hampir semua anggota
kelompok yang mendapatkan jatah sapi jantan menukar sapinya dengan
betina.
Rupanya anggota kelompok melihat pembibitan
lebih menjanjikan hasil. Mahyudin mengutarakan sejak awal di kelompoknya tak
ada paksaan harus membeli betina. Maka ramai-ramailah sapi jantan dijual dan
diganti dengan sapi betina. Jumlah sapi jantan tersisa 8 ekor saja.
Saat tulisan ini dibuat, satu setengah
tahun setelah bantuan NTB BSS turun, populasi sapi di kandang kolektif Putri
Bekekem telah menjadi 68 ekor. Tiap anggota kini rata-rata telah memiliki 2-3
ekor sapi. Target 3-5 tahun kedepan, pemilikan sapi tiap anggota bisa mencapai
4-5 ekor.
Wawancara |
Berdasarkan kesepakatan, setiap anggota kelompok yang
sapinya melahirkan anak pertama diminta membayar Rp 500 ribu. 20 persen dari
uang tersebut masuk kas kelompok, 80 persen menjadi hak SMD. Untuk anak
sapi yang lahir berikutnya berlaku aturan: 60 persen untuk anggota, 40 persen
sisanya dibagi dua: separuh untuk kelompok dan separuhnya buat SMD.
Pertumbuhan populasi yang terhitung cepat itu menjadi
bukti kecakapan kelompok Putri Bekekem mengelola potensi dirinya. Kelompok ini
beruntung punya ketua, SMD dan anggota yang kompak dan tak bosan belajar
mengembangkan diri dan kelompoknya. “Dulu kami beternak sapi apa adanya saja.
Sekarang setelah pengalaman panjang dengan ACIAR ditambah dukungan nyata dari
NTB BSS, manajemen beternak kami jadi lebih baik," ungkap Mahyudin dan
Sabar dalam sebuah obrolan santai, awal Juni 2012.
Rencana Pengembangan
Adapun lahan tempat kandang kolektif yang sekarang
ditempati, juga masih mereka sewa. Satu lokal kandang ukuran 3x4 meter yang
ditempati seekor sapi, mereka bayar dengan 50 kilogram gabah kering setiap
tahunnya. Rata-rata setiap anggota menyewa 2-3 lokal tergantung jumlah sapi
yang dimilikinya.
Selain kandang kolektif dengan 68 ekor sapinya, kelompok
Putri Bekekem juga memiliki biodigester untuk mengolah limbah kotoran sapi
menjadi biogas. Biodigester bantuan PNPM Mandiri bernilai Rp 22 juta tertanam
di samping kandang sejak akhir 2010. Dengan alat itu, dalam sebulan bisa
dihasilkan 150 karung kompos ukuran 50 kilogram. Ke depan, potensi pengembangan
pengolahan limbah kotoran sapi menjadi biogas, kompos dan biourine menjadi
prioritas kelompok. Termasuk juga mengembangkan pertanian organik.
Rasanya rencana pengembangan tersebut bukan mimpi. Saat
ini saja kelompok Putri Bekekem telah menjadi potret kelompok tani ternak yang
dinilai berhasil. Tempat banyak kalangan melakukan kajian dan belajar. Mulai
dari sesama kelompok ternak, mahasiswa pertanian, lembaga kajian sampai
asosiasi profesi dokter hewan seluruh Indonesia.
Putri Bekekem juga meraih berbagai penghargaan. Pada Juni
2010, mendapat penghargaan dari ACIAR sebagai juara II program penggemukan sapi
tingkat Kabuapten Lombok Tengah. Pada 2012 dinobatkan sebagai kelompok ternak
sapi terbaik tingkat Lombok Tengah. (yar)
Loteng, 12 Agustus 2011.
0 komentar:
Posting Komentar