Sumber foto, Kampung Media.com |
Letaknya
di pedalaman Lombok Tengah, persisnya di Kecamatan Batu Keliang Utara, tetapi
ramai didatangi turis mancanegara. Desa Wisata Mas-Mas memberi inspirasi,
apapun bisa dikerjakan orang desa sejauh ada kemauan dan gerakan bersama. “Ide
berbahaya itu. Bisa merusak agama, moral dan budaya kita. Tidak bisa kita
terima,” Begitu pernyataan yang terlontar dari beberapa tokoh desa ketika gagasan
desa wisata pertama kali bergulir di desa Mas-Mas, kurang lebih lima tahun silam.
Adalah
Habiburrahman (45), anak muda lulusan pesantren yang melontarkan ide
mengembangkan desanya menjadi destinasi wisata. Menerima penolakan keras, Habib
tidak menjadi reaktif dan putus harapan. Ia justru merasa tertantang untuk
menyakinkan dan membuktikan idenya itu masuk akal dan tidak merusak
tatanan
agama, sosial dan budaya lokal.
“Saya
dan beberapa teman muda membentuk sekretariat bersama. Kami terus memberikan
pemahaman melalui majelis pengajian, menyebarkan brosur, mengelar banyak
diskusi. Lebih dari dua tahun kami melakukan itu. Kami yakin pendapatan
masyarakat
bisa meningkat, sekaligus memperkenalkan budaya lokal kepada
para
turis yang datang.” ujar Habib seperti dikutip dari Portal Kampung Media.
Sekretariat
bersama yang dibentuk Habib menjadi motor pengerak perubahan di desa. Di
sekretariat bersama bernaung banyak perkumpulan, mulai dari perkumpulan kajian
agama, komunitas santri, relewan kebersihan desa, pencinta alam, komunitas
peternak hingga pedagang dan perajin anyaman. Semuanya membangun kebersamaan
dan menyatukan visi besar bersama mengelola potensi desa. Kalan- gan muda yang menjadi sasaran utama penyadaran.
Menawarkan Keseharian
Mengembangkan desa wisata sebenarnya bukan hal baru. Di Bali dan
Yogyakarta misalnya, desa wisata tumbuh dan berkembang dengan baik. Namun di Lombok,
gagasan desa wisata masih terhitung baru dan relatif tak ada desa yang benar-benar
berhasil mengembangkan dirinya menjadi desa wisata unggulan.
Disinilah Desa
Mas-Mas menjadi perintis, pionir dan sekaligus model terbaik pengembangan desa
wisata yang berbasis agama dan budaya. Apa yang ditawarkan desa Mas-Mas kepada
para pelancong yang datang? Sederhana ternyata. Kebiasaan hidup sehari hari
orang desa, itulah yang ditawarkan. Mulai dari bangun pagi sampai tidur di malam hari, pelancong ikut merasakan denyut
kehidupan desa.
Sumber foto, Kampung Media.com |
Sarapan dengan menu desa, ke sawah berpakaian ala petani, mengenakan sarung di sore dan malam hari, bahkan ikut pengajian atau kondangan adat juga dilakoni. Setiap tamu yang datang, pertama kali transit di sekretariat bersama untuk menerima penjelasan dan mengisi buku tamu. Setiap tamu mendapatkan tanda mata sarung songket untuk dikenakan selama berada di desa.
Sarung
songket itu bermakna simbolik. Pertama makna agama
dan budaya. Kedua makna penanda bahwa
pengenanya ada tamu seluruh orang desa. Sarung
songket itu berwarna hitam dengan pinggiran yang bermotif beragam. Setiap
tamu yang datang dikenakan biaya menginap dan lainnya sebesar Rp 150.000
perhari.
Dana sebesar itu meliputi pembayaran
jasa pemandu wisata Rp 40 ribu, jasa kelompok
pembuat anyaman ketak Rp 32 ribu, jasa
kelompok pembuatan kripik pisang 15 ribu,
sajian makan 2-3 sehari Rp 35 ribu dan biaya
cuci sarung yang dikenakan tamu Rp 20 ribu.
Uniknya,
warga miskin, sekolah atau madrasah, kas desa dan dusun juga mendapatkan rata-rata rata berkisar 5- 10
persen. “Pembagian di atas kami susun secara mufakat musyawarah dan bsersifat mengikat seluruh
warga desa. Tentu saja perubahan bisa
dilakukan dengan kesepakatan bersama….” terang Habib.
Dampak Sosial Ekonomi
“Desa, di mata Habib dan
komunitas binaannya, tidak perlu terlalu bergantung kepada bantuan dari luar.
Bantuan dari luar memang diperlukan, tetapi yang utama tetap rasa percaya diri
orang desa sendiri. Tanpa itu, bantuan hanya akan membuat orang desa manja dan
tak pernah mampu menyadari betapa potensi di sekitarnya ssungguhnya lebih dari
cukup untuk memajukan kehidupan mereka.”
Merujuk data yang ada, setiap bulannya turis yang datang berkisar
300-500 orang. Rata-rata menginap 2-3 malam untuk menikmati paket wisata desa.
Melihat tren ke depan, sangat mungkin jumlah pengunjung akan terus bertambah.
Mengingat Pulau Lombok telah menjadi tujuan utama banyak pelancong mancanegara.
Belakangan pelancong domestik juga makin banyak yang mengunjungi Desa Mas-Mas.
Mereka juga rupanya merindukan suasana desa dengan kesederhanaan
dan
keguyuban warganya. Satu hal yang menonjol jika anda bertandang ke
desa Mas- Mas adalah semangat dan optimisme warganya menatap masa depan. Warga
bergegas membenahi diri dan lingkungannya untuk terus memajukan desa mereka.
Aspek kebersihan, persoalan keamanan dan kenyamanan, penataan lingkungan hingga
kemampuan berbahasa Inggris para pemandu wisata dan warga terus disempurnakan.
Belakangan dukungan pemerintah juga mulai nyata. Sinergitas dari
semua itu diharapkan bisa mengerakkan pembangunan Desa Mas-Mas cepat dan
produktif. Berkembang pesatnya kampung wisata Mas-Mas sedikit banyak ditopang
sebaran informasi yang meluas. Salah satunya melalui Gerakan Kampung
Media.
Inilah salah satu program unggulan pemerintah NTB yang panen apresiasi
dalam dan luar
negeri. Meraih penghargaan top inovasi nasional 2014 dan mewakili
Indonesia
dalam kompetisi top inovasi tingkat dunia, merupakan isyarat kuat
bahwa Program
Kampung Media diakui kinerja dan keberadaannya. Kabar-kabar baik
dari segenap
desa di NTB, tersebar luas melalui portal Kampung Media yang
pengelolaannya
juga dilakukan warga desa sendiri.
Habib merupakan pengelola portal Kampung Media di desanya. “Benar
sekali,
Portal Kampung Media, ikut membesarkan nama Desa Mas-Mas sebagai
desa
wisata unggulan…” terangnya.
Terus Membangun
Habib sendiri masih terus mendorong warga desanya meningkatkan
kapasitas diri mengelola segenap potensi yang ada. Bersama kepala desa, tokoh pemuda, pemuka agama dan budaya, Habib percaya bukan hanya
potensi wisata yang bisa mereka tonjolkan.
Potensi lainnya juga masih terbuka lebar untuk
dikembangkan. Belakangan Habib merintis usaha
ternak sapi, kambing dan ayam Arab. Habib percaya warga desanya punya potensi untuk
menjadi apa saja sejauh itu baik bagi diri dan
lingkungan desa.
Mengembangkan
usaha sapi, kambing dan ayam Arab, hanyalah satu cara yang
dipilihnya
untuk menumbuhkan keyakinan diri warga. Kepercayaan diri warga
adalah
modal awal untuk membangun apa saja di desa secara mandiri dan bertanggung
jawab.
Desa, di mata Habib dan komunitas binaannya, tidak perlu terlalu bergantung
pada
bantuan dari luar.
Bantuan
dari luar memang diperlukan, tetapi yang utama tetap rasa percaya diri orang
desa sendiri. Tanpa itu, bantuan hanya akan membuat orang desa manja dan tak
pernah bisa benar- benar menyadari betapa potensi di sekitarnya sungguhnya
lebih dari cukup untuk memajukan kehidupan mereka.
0 komentar:
Posting Komentar