Di saat pemerintah pusat gencar menggiatkan
program Desa Mandiri Energi (DME) untuk memberikan jawaban persoalan krisis
energi dengan mengembangkan energi terbarukan, masyarakat Dusun Seriwe,
Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, menjawabnya dengan program Energy,
Economic, Environmently Independent .
Dusun Seriwe merupakan dusun kecil dengan penduduk lebih kurang
400 kepala keluarga. Dusun ini terletak di Desa Seriwe, Kecamatan Jerowaru,
Kabupaten Lombok Timur, di Nusa Tenggara Barat (NTB). Dusun ini bisa ditempuh
dalam waktu 1,5 jam-2 jam perjalanan darat dari pusat kota Lombok (Kota
Mataram). Secara umum, akses infrastruktur jalan menuju dusun ini sudah
terbangun dengan baik. Sehingga perjalanan menuju lokasi dusun ini bisa
ditempuh dengan cepat tanpa hambatan berarti.
Seperti halnya wilayah Lombok Timur lainnya, daerah ini merupakan
penghasil rumput laut. Perairan tenang disekitar wilayah ini sangat cocok untuk
membudidayakan rumput laut.Tidak heran, jika pemerintah menetapkan wilayah
Lombok Timur sebagai wilayah prioritas pembangunan Minapolitan. Yakni, wilayah
wisata pantai, sekaligus kawasan industri dengan bahan baku utama rumput laut.
Dihuni sekitar 400 kepala keluarga, sebagian
besar penghuni dusun mengantungkan pencarian hidup sebagai petani rumput laut.
Kebetulan, desa ini telah ditetapkan oleh Pemda Lombok Timur sebagai prioritas
pembangunan Minapolitan, yakni kawasan wisata pantai sekaligus sebagai kawasan
industri kecil dengan produk unggulannya rumput laut. Dusun Seriwe, udaranya
panas dan cuaca terik menghiasi dusun ini. Syaifuddin, Ketua Koperasi Cottoni
di Dusun Seriwe, bercerita bahwa hambatan utama penduduk dusun ini untuk maju
adalah ketersediaan air tawar untuk kebutuhan minum dan lainnya.
Dulu, petani di Seriwe mengolah rumput laut
hasil panen mereka dengan cara tradisional. Rumput laut yang sudah dipanen,
dijemur di depan rumah sebelum dijual kepada pengepul. Harganya Rp 5.000 per
kg. Dalam sebulan, pendapatan mereka antara Rp 500 ribu hingga Rp 700 ribu.
Air tawar, biasanya datang saban hari melalui angkutan tangki air.
Warga bisa membeli air untuk kebutuhan sehari-hari dari tangki swasta ini.
Harganya, Rp 5.000 per galon (1 galon19 liter) jika membeli langsung ke tangki,
atau Rp 7.000 per galon jika membeli di warung penadah.
Asa dari Energi Terbarukan
Teriknya
matahari di dusun ini, biasanya digunakan untuk mengolah rumput laut, yakni
untuk mengeringkannya agar siap diolah. Namun pengolahan sederhana itu belum
menjadikan rumput laut bernilai tinggi. Pengolahan rumput laut butuh air
bersih. Olahan rumput laut yang berupa dodol atau kerupuk memiliki harga jual
lebih tinggi ketimbang rumput laut mentah. Berkaca dari potensi tersebut,
beberapa instansi bekerja sama membangun proyek pengembangan "Desa Mandiri
Energi, Ekonomi dan Ekosistim".
Proyek ini memanfaatkan energi terbarukan agar wilayah ini bisa
mandiri secara ekonomi dan ramah lingkungan. Konsep ini diusung oleh
Universitas Darma Persada (Unsada) sebagai satu-satunya perguruan tinggi yang
membuka program pasca sarjana Energi Terbarukan. Konsep ini sejalan dengan
konsep Desa Mandiri Energi yang baru saja diluncurkan pemerintah, dan
diharapkan dapat mempercepat pembangunan pedesaan secara berkelanjutan dan
harmonis.
Selain Unsada, program ini juga menggandeng mitra lain. Yakni,
pembiayaan program dari Mitsui & Co Ltd dari Jepang, serta bantuan
pengawasan pemanfaatan sarana prasarana serta pelatihan ketrampilan teknis dari
Universitas Mataram Lombok dan Universitas Gunung Rinjani Lombok Timur.
Dalam program
ini, diperlukan potensi matahari dan angin untuk listrik yang digunakan untuk
memompa air dari sumur. Untuk menangkap energi digunakan panel surya, sementara
untuk menangkap energi angin digunakan kincir khusus. Energi yang dihasilkan
cukup untuk memompa air selama 4 jam sehari. Air hasil pompa yang masih asin
tersebut lalu diolah dengan teknik desalinasi agar layak dikonsumsi, melalui
teknologi dari Awina Sinergi Indonesia, yang ahli di bidang energi terbarukan.
Air hasil desalinasi, akan digunakan koperasi Cottoni untuk dua
hal. Yakni untuk pengolahan rumput laut jadi dodol dan kerupuk. Serta untuk
dijual ke warga dengan harga Rp 5.000 per galon.
"Kami
targetkan, penjualan galon air bisa mencapai 100 galon per hari sehingga kami
bisa mendapatkan Rp 500.000 per hari untuk operasional dan biaya perawatan
pompa," lanjut Syaifuddin.
Sementara itu,
pemasukan lain diharapkan datang dari pemasaran olahan rumput laut berupa dodol
dan krupuk. Harga jual dodol aneka rasa Rp 20 ribu-Rp 25 ribu per dus kecil.
Sementara, kerupuk dijual Rp 10.000 - Rp 15.000 per kemasan. Pemasaran akan
dibantu dari tim Universitas Mataram dan Universitas Gunung Rinjani.
Siti Badriyah, Head of Business Development Awina Energy,
mengatakan pompa air laut yang dioperasikan memerlukan biaya perawatan Rp
234.000 per hari. Antara lain, untuk penyaring Reverse Osmosis (RO) yang butuh
diganti per dua tahun. Kemudian untuk aki baterai yang juga butuh penggantian
per dua tahun. Juga untuk kontroler, inverter, filter karbon dan sebagainya.
"Saat ini sebagian besar komponen adalah komponen lokal. Dan teknik ini
mudah diduplikasi untuk keberlanjutan program," kata dia. Irna Nirwani
Dajadiningrat, Dosen Unsada dan juga Tim Proyek Pengembangan Desa E3i Seriwe,
mengatakan proyek ini hanya berumur 3 tahun. Saat ini, sudah memasuki tahun ke
dua.
"Dana yang dikucurkan Mitsui besar untuk proyek ini, tapi
dari hitungan kami, dalam 3 tahun dusun ini bisa mencapai pendapatan mandiri
dan bahkan bisa mengembalikan investasi yang masuk," kata dia.
Sementara,
Dadang Solihin, Rektor Unsada, berharap proyek ini dapat menjadi proyek
berkelanjutan yang dapat menopang kehidupan alam sekitar untuk para warga,
hingga anak cucu mereka.
"Kami
berharap program ini berkelanjutan. Ada perubahan di rektorat Unsada atau di
pemerintahan, program terus berjalan," kata dia dalam kunjungannya ke
Dusun Seriwe.
Sementara
Shuntaro Tanaka, Former Chairman Nanzankai Private Research & Discussion
Club, yang jadi penasehat teknis program ini, mengatakan program energi
terbarukan ini penting bagi kerja sama Indonesia dan Jepang untuk energi
terbarukan. Sebab, saat ini kompetisi semakin ketat dan setiap wilayah dituntut
untuk mandiri secara ekonomi dan energi.
"Masih banyak wilayah lain di Indonesia yang butuh mandiri
listrik. Kami berkomitmen menyumbangkan keahlian kami untuk pembangunan
infrastruktur energi terbarukan di Indonesia," paparnya.
Tulisan ini diikutsertakan dalam kompetisi Blog #15HariCeritaEnergiterbarukan dan konservasi energi yang diselengarakan oleh www.esdm.go.id
0 komentar:
Posting Komentar