Manusia
umumnya sulit menghargai air sampai tiba saatnya, ketika sumur menjadi kering.
Begitulah kurang lebih sikap dan gaya hidup kita di bidang energi. Puluhan
tahun Indonesia cenderung jorjoran mengkonsumsi energi minyak bumi. Seolah-olah
karunia alam itu tak akan pernah habis.
Kita baru tersendak ketika cadangan minyak
bumi kian menipis. Sumberdaya fosil tidak bisa diperbaharui lagi. Jadi, kalau
mau habis, ya habis saja. Ludes begitu saja. Selama
lebih satu tahun dasawarsa terakhir, Indonesia memang merupakan salah satu
negra dengan tingkat pertumbuhan konsumsi energi terbesar di dunia. Menurut
data dari satuan kerja khsusus pelaksanaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas
bumi (SKK Migas), konsumsi migas Indonesia selalu meningkat sejak 2003, dengan
peningkatan sekitar 8 persen per tahun.
Celakanya, pada saat yang sama,
produksi migas justru terus merosot dengan penurunan 15-20 persen per tahun.Tingkat
konsumsi energi yang tinggi tersebut mendorong aktivitas pengurasan sumberdaya
fosil itu berlansung lebih cepat dibandingkan penemuan cadangan baru. Saat ini
produksi minyak Indonesia tidak sampai 800
ribu barel perhari, sementara konsumsinya mencapai 1, 6 juta barel perhari.
Sehingga, setiap setiap hari kita harus mengimpor minyak sebanyak 800 ribu
barel atau separuh dari kebutuhan energi.
Cadangan
minyak Indonesia saat ini tinggal 3, 7 miliar barel cadangan dari sekitar 27
miliar barel cadangan minyak ini dipeprkirakan hannya akan bertahan sekitar 10
tahun lagi. Memang Indonesia sebetulnya masih menyimpan 43, 7 miliar barel lagi
cadangan minyak potensial. Namun dibutuhkan biaya eksplorasi yang sangat tinggi
serta mesti didukung teknologi super canggih karena letaknya jauh lebih dalalm
sehingga sulit dicari.
Itu sebabnya saat ini kian sulit mencari investor yang
tertarik menanamkan uang mereka disektor yang sarat dengan risiko ini. Untuk
mengantisipasi krisis energi nasional di masa depan (yang sekarang sudah mulai
kita rasakan), satu-satunya rasional yang paling rasional adalah mengarap
secara serius bidang energi terbarukan. Solusi rasional? Setidaknya ada tiga argumen
paling krusial mendukungnya.
Pertama, kalau
energi terbarukan tidak segara dikembangakan secara optimal, peningkatan konsumsi
energi akan semakin memperpendek umur ketersedian energi fosil di Indonesia yang
kian menipis. Jika ini dibiarkan berlarut-larut tanpa solusi yang masuk akal,
ledakan energi krisis nasional tinggal menunggu waktu.
Kedua, indoensia
memiliki potensi yang luar biasa besar untuk dikembangkan energi terbarukan. Potensi alam negeri ini dengan beragam energi yang
terbarukan yang berlimpah ruah, seperti tenaga matahari (surya), air (hidro),
panas bumi, gelombang laut, angin, biomassa, serta energi yang berbahan dasar
limbah atau sampah untuk pembangkit listrik.
Menurut
laporan Internasional Energi Agency (IEA) yang disusun tahun 2015, Indonesia memiliki
potensi tenaga air sebesar 75 gigawatts (GW), serta potensi tenaga panas bumi
global. Laporan ini juga menyebutkan bahwa Indonesia memiliki potensi energi matahari
sekitar 1. 200 GW. Meskipun potensi tenaga angin di negeri ini relatif, yakni
kurang dari 1. 000 MW, sumber daya ini ternyata telah memikat jumlah perusahan
asing untuk investasi di sektor ini.
Ketiga,
energi terbarukan memiliki dampak yang
bagus terhadap planet karena termasuk energi bersih dan ramah lingkungaan. Sesuai
dengan namanya energi terbarukan adalah sumberdaya non fosil yang dapat
diperbaharui dan bila dikelola dengan baik, sumberdayanya tidak akan pernah
habis.
Semua energi terbarukan, karena itu, sudah pasti juga merupakan energi
berkelanjutan karena senantiasa tersedia di alam dalam waktu yang relatif sangat
panjang, sehingga tak perlu khawatir atau antisipasi bakal kehabisan sumbernya.
Dalam kata lain, energi terbarukan bisnis masa depan yang sangat menjanjikan.
Sejauh
ini, penggunaan energi terbarukan di Indonesia baru di angka 6,3 persen dari
total penggunaan energi nasional, itu sebabnya pemerintah terus mendorong
pengembangan energi yang terbarukan yang mengacu pada penggelolaan energi Nasional
2010-2025 tentang kebijakan pemanfaatan energi terbarukan. Dalam rangka itu
pula, pemerintah berkomitmen mewujudkn penyediaan listrik sebesar 35.000 MW dan
akan membangun 109 pembangkit listrik dalam jangka lima tahun (2014-19). Harapanya
masyarakat Indonesia bisa menikmati listrik.
Maknanya
dibalik angka-angka tersebut amat jelas; sekaranglah saat yang tepat bagi
pemerintah dan pengusaha dalam pengembangan energi baru terbarukan. Saat ini
pemerintah telah memprioritaskan pengembangan energi terbarukan untuk
mendongkrak sisi penyediaan yang masih rendah serta untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi energi yang terus meningkat. Salah satu strateginya adalah membuat
regulasi yang mengacu perkembangan energi yang terbarukan.
Salah
satu bukti kongkret, guna mendongkrak investasi di energi terbarukan,
pemerintah harus menerapkan sejumlah itensif pajak bagi proyek-proyek
pembangkitan yang berbasis energi terbarukan. Beberapa diantanya, potongan atau
keringan pajak selama enam tahun, pembebasan biaya masuk bagi peralatan yang
terkait dengan industri energi terbarukan.
Selain
langkah-langkah yang bersahabat bagi perkembangan industri terbarukan tersebut, alangkah idealnya jika
pemerintah juga mengarahkan BUMN strateginya untuk menghasilkan teknologi dan
peralatan yang efesien untuk mengoptimalkan pemanfaatan energi terbarukan, seperti
diketahui banyak sumber energi terbarukan yang lokasinya sangat terpencil.
Untuk
tenaga panas bumi, misalnya, banyak terdapat kaki-kaki gunung yang terjal dan
sulit dijangkau transportasi. Demikian juga untuk sumber-sumber energi tenaga
hidro yang banyak terdapat di sungai-sungai yang lokasinya di pedalaman hutan
dikawasan terpencil.
Yang perlu terus dijaga, tentunya komitmen serius dalam
pengambangan energi terbarukan untuk tanah air, sehingga harapanya energi terbarukan
mendatangkan dampak positif dan pemerataan bagi masyarakat di wilayah-wilayah
terdepan, terluar dan tertinggal di Indonesia.
Tulisan
ini diikutsertakan dalam lomba menulis energi terbarukan
#15HariCeritaEnergiTerbarukan oleh Kementerian ESDM Republik Indonesia (RI)
Bahan
bacaan
Koran Harian Kompas, 21 Agustus 2017
Majalah Prisma
Artikel Majalah Tempo
0 komentar:
Posting Komentar