Konon, di sebuah tempat pemandian di desa
itu, warga seringkali melihat seorang putri yang berselimut menghangatkan
tubuhnya usai mandi. Cerita turun-temurun itu kemudian dijadikan nama sebuah
kelompok tani ternak: “Putri Bekekem”. Bekekem artinya
berselimut. Suasana alami masih sangat terasa di pelosok itu: Dusun Nyangget
Desa Spakek, Pringgarata, Lombok tengah.
Berada di sana, pandangan kita tak kan bisa
menghindar dari kebun nan rimbun, tak terjangkau deru kendaraan dari jalan
raya. Untuk sampai di pedalaman itu, kita harus melalui jalan selebar truk, yang
terapit kebun-kebun lebat.
Berdiri pada 1997, kelompok Putri Bekekem
langsung membangun kandang kolektif sederhana. Bisa dikatakan itu sebagai
jawaban atas kegelisahan warga terhadap rentannya keamanan sapi mereka dari
pencurian. Pencurian sapi memang jadi momok di Pulau Lombok. Sejak sapi
dikandangkan secara kolektif, penjagaan malam lebih mudah dilakukan. Rumah
peternak juga tak lagi kumuh disesaki kotoran sapi. Kebersihan kandang lebih
terjaga dan sapi lebih aman dari penyakit.
Pembentukan kelompok juga didorong
keinginan kuat para peternak di Dusun Nyangget untuk lebih maju.
Lebih dari 80 persen peternak di dusun bergabung dalam kelompok. Awal
berdiri kelompok menerima bantuan bibit sapi dari pemerintah pusat.
Hanya saja sistem pengembaliannya terasa
berat: Satu ekor sapi betina harus kembali dua ekor dalam rentang waktu lima
tahun. Alhasil, sebagian besar peternak kala itu lebih memilih tak menerima
bantuan itu. Mereka memelihara sapinya sendiri walaupun jumlahnya terbatas
atau ngadas sapi orang lain yang mereka titipkan di kandang
kolektif milik kelompok.
Satu dasawarsa kemudian, pada medio 2007,
ACIAR (Australian Center of International Agriculture Research) –sebuah
proyek pendanaan internasional– masuk ke Lombok Tengah untuk menjalankan
program penelitian. Dari hasil survei lembaga itu, kelompok ternak sapi Putri
Bekekem layak diajak bekerjasama.
Prasyaratan utama memiliki sekurangnya 20
ekor sapi yang dikandangkan secara kolektif dapat dipenuhi. Tetapi belakangan
ACIAR menjadi mengurungkan niatnya tatkala tahu kondisi infrastruktur jalan
menuju lokasi kandang tak mendukung. Saat musim hujan, sepeda motor pun
kesulitan menembus lokasi.
Sabar tak bisa lupa dengan masa-masa sulit
itu. Ketika itu ia ketua kelompok Putri Bekekem. Laki-laki 38 tahun inilah yang
dengan gigih terus menyakinkan pihak ACIAR agar rencana penelitian itu tetap
dilaksanakan di kelompoknya. “Saya lihat itu peluang langka yang bisa menjadi
sarana bagi kami terus belajar dan belajar, membekali diri dengan ilmu
peternakan,” terang Sabar. Akhirnya, ACIAR pun melunak dan bersedia
melangsungkan program penelitian mereka di kelompok yang Sabar pimpin.
Penelitian ACIAR berlangsung selama tiga
tahun. Peningkatan produktivitas sapi Bali, menekan angka kematian, dan
penguatan kelembagaan kelompok menjadi fokus penelitian ACIAR. Putri Bekekem
merupakan satu dari 36 kelompok ternak di seluruh NTB yang terlibat dalam
penelitian ACIAR. Setiap kelompok mendapatkan bantuan seekor sapi jantan, pembinaan
cara beternak dari sejak pemeliharaan, pemberian pakan, pengawinanhingga
penyapihan.
Tiga tahunberlalu, pertengahan 2010 proyek
ACIAR selesai. Bagi anggota kelompok Putri Bekekem, banyak pelajaran yang
mereka dapatkan. Di antaranya soal kemampuan seekor sapi pejantan membuahi sapi
betina. Sebelumnya anggota kelompok menganggap seekor sapi pejantan hanya mampu
mengawini 5-10 ekor induk betina. Setelah ACIAR datang mereka tahu kalau seekor
sapi jantan mampu mengawini sampai puluhan ekor induk selama enam bulan.
Begitu juga soal umur sapi betina yang siap
dibuahi. Sebelumnya anggota kelompok beranggapan sapi betina baru siap dibuahi
jika telah berumur sekurangnya dua tahun. Ternyata anggapan itu keliru,
penelitian ACIAR membuktikan induk sapi Bali siap dibuahi jika berat badannya
minimal 180 kg, meskipun umurnya belum lagi genap dua tahun. Pengetahuan
semacama ini membantu peternak mengelola sapinya menjadi lebih efesien.
Peningkatan Populasi
Tak mau menunggu lama, Akhir 2010 Putri
Bekekem mengajukan proposal melalui Sahrul Zubaidi yang mendaftar menjadi
Sarjana Masuk Desa (SMD). Sahrul sendiri bukan orang asing bagi kelompok,
sarjana Pertanian yang mencintai dunianya ini, sudah mendampingi kelompok Putri
Bekekem sejak proyek ACIAR berjalan.
Bersambung
Loteng, 12
Agustus 2011.
0 komentar:
Posting Komentar