Duduk sebelah kiri TGB, Tengah Kang Abib dan sebelah kanan Irwan Kelana (Redaktur Republika) |
Dibalik
kemeriahan Pesona Khazanah Ramadhan 2017 yang berlansung 15 Mei-24 Juni, di
jalan Pejanggik, Kota Mataram, terdapat banyak hal yang mengundang penasaran. Apakah
gerangan aktivitas di sana? Kemudian bagaimana dengan kabar angin berhembus
penulis Ayat-Ayat Cinta itu akan membeberkan kiat menulisnya pada ratusan
pengunjung di Masjid Hubbbul Wathan?
Sore
itu, saya datang ke masjid Hubbul Wathan untuk mengikuti bedah buku penulis
puluhan novel best seller itu. Saya melihat
ada baliho besar terpasang serta bazaar buku sepuluh penerbit besar asal ibu
kota, Jakarta. Usai sholat Ashar berjamaah diruang utama Islamic Center, Mataram, saya lalu ikut antrian masuk menuju kursi-kursi
berderet yang telah dijejerkan panitia.
Pihak
panitia bedah buku menyediakan tempat duduk sangat terbatas, mereka yang datang
terlambat, akan berdiri dibelakang. Tak mau duduk dibelakang, apalagi sampai berdiri,
saya pun harus mengambil ancang-ancang memilih kursi nomor tiga dari depan.
Saya
dengan kabar bedah buku ajan dihadiri lansung oleh Gubernur Nusa Tenggara Barat
(NTB), Muhammad Zainul Majdi, atau sapaan akrbanya Tuan guru Bajang (TGB).
Kabar kedatangan orang nomor satu di Pulau Seribu Masjid ini mengundang ratusan
orang. Mereka orang biasa, yang hannya ingin melepas salam sama pria nomor satu
di NTB ini.
Kursi
depan sengaja dikosonkan panitia, untuk tamu istimewa, Habiburrrahman
El-Shirazy. Selang 20 menit, kegiatan belum dimulai, saya mengitari berbagai
stand diruang diskusi buku, menjadi satu dengan pameran lainnya. Di salah stand
buku yang berdekatan pintu utama Ballroom
Islamic Center, saya menjumpai panitia bazaar buku melayani puluhaan
pembeli dan perserta yang hendak membeli karya kang Abib. Mereka rela
berjejalan, dan berpeluh hannya untuk memburu salah satu novel novelis no 1
Indonesia ini. Termasuk diriku.
Yuni
salah seorang kasir buku dan junior saya di Fakultas Sayriah Kampus Universitas
Islam (UIN), Mataram berbisik padaku, “Abang sebentar lagi penulisnya mau masuk
ruangan, cepat bayar dibawa itu, biar cepat mendapat tanda tangan dari
penulisnya lansung,”. Oh ya, saya baru berpikir, novel yang saya beli perlu
tanda tangan penulis lansung.
Ida Wartawan Radio Global, NTB sedang meminta tanda tangan kang Abib |
Bukan sekedar berburu tanda tangan dari penulis, namun dalam tradisi pesantren, meminta coretan lansung penulis adalah cara seorang pembaca, penuntut ilmu mendapatkan ijazah, agar kelak ilmu yang didapatkan dari buku dibaca akan menuai barokah hingga akhir khayat.
Ada
beberapa novel kang Abib yang saya beli, seperti Cinta Suci Zahirana (sebuah
novel pembangunan jiwa), Bidadari Bermata Bening, Ayat-ayat Cinta 2, Api
Tauhid, dan diantaranya penulis yang berbeda, Cinta di Dalam Gelas, penulis
Andre Hirata, serta Rembulan Tenggelam di wajahmu, novel best seller, Tere Liye.
Usai
membayar dikasir, saya mengambil duduk bangku nomor tiga dari tempat duduknya
kang Abib, tujuanku agar sebelum ia duduk, saya menyodorkan halaman pertama
kosong untuk ditandatangani. Dan saya pun mendapatkan coretan dari kang Abib
lansung, begitu juga dengan puluhan perserta lainnya. Terbilang ini adalah kali
pertama, saya bertatap wajah lansung dengan penulis novel Ayat-Ayat Cinta, yang
kemudian mengondol jutaan penonton terbanyak di film layar lebar Indonesia.
Buku yang saya beli di Bazaar Pesona Khazanah Ramadhan, IC |
Kedatangan
kang Abib disusul oleh Tuan Guru Bajang alumnus Al-Azhar itu. Usai berjejal mendapatkan
coratan tanda tangan, Redaktur Koran Republika Irwan Kelana, meminta penulis
menempati kursi depan bersama Gubernur NTB itu. Seperti apakah rahasia penulis
novel fenomenal ini? Kali ini dia membeberkan kiat menulis.
Kiat jitu menulis
Dari
sekian banyak novel yang ditulis menjadi best
seller, sejatinya ada prinsip universial yang bisa diterapkan. Ada banyak kiat-kiat
serta bagaimana memancing agar rencana penulisan novel dengan baik. Dari sisi
teknis semua orang bisa mempelajari bagaimana menulis dnean baik, tapi tak
semua orang bisa menghadirkan gagasan yang kita dalam tulisan bentuk novel.
Menurut kang Abib, pengalamannya menulis novel, “Ada serangkaian teknik yang ia
gunakan, pertama, membuat karakter
tokoh pada novel, dan kedua,
bagaimana menentukan alur cerita (plot) dalam novel, serta jika hendak menulis,
sukailah menulis itu sendiri,”. Cerita kang Abib pada ratusan pengunjung Islamic Center, NTB.
Ketiga,
penulis harus menentukan target kapan novel itu akan diterbitkan? Karena
menulis harus ada deadline (batas waktu)
yang ditentukan, penulislah yang menentukan kapan novel itu akan diselesai.
TGB bersama kang Abib di acara bedah novel Perempuan Bermata Bening |
Keempat, Riset, karena menulis
membutuhkan kedalaman dan hal yang
berbeda dnegan penulis lainya, maka dalam menulis harus mengedepankan riset (pengamatan). Kang mencontohkan,
ketika ia menulis novel Ayat-Ayat Cinta 2, bagaimana ia melakukan lawatan ke
kampus Oxford, Inggris, untuk riset.
Kelima, luangkan waktu untuk menulis,
dan terakhir, pesan kang Abib, sering-seringlah bertemu menulis produktif yang
memiliki karya besar.
Pada sesi yang sama,
moderator Irwan Kelana, meminta Tuan Guru Bajang bercrita kiatnya sukses
menulis tugas akhir (desertasi), ditengah kesibukan menjadi Gubernur NTB.
Dengan senyum manis Tuan Guru
Bajang pun bercerita tentang bagaimana ia menyelesaikan tugas akhirnya di
Al-Azhar, kampus ternama di Timur Tengah itu. Tahun 2011 terbilang tahun
terberat bagi Gubenur termuda ini, ditengah kesibukkan jadi Gubenur NTB, pria
yang akrab disapa Tuan Guru Bajang ini, setiap malam selalu menghabiskan
waktunya untuk menulis.
“Waktu itu dalah perjuang berat bagi saya, biasanya
tiap malam, saya menulis desertasi dari jam 1 malam, hingga Subuh, hingga
membuat matanya memerah, karena menulis. Dan “Alhamdulillah keras keras serta ketekunan itu membuahkan hasil,” Ceritanya
Tuan Guru Bajang sambil mengenang masa ketirnya waktu itu.
Selain itu, menurut Tuan Guru
Bajang ia memaksakan dirinya menulis dan selesai S2 dengan predikat memuaskan,
untuk membuktikan pada anaknya, bahwa menjadi Gubenur dengan segala kesibukan lantas
tak membuat ia terlambat menyelesaikan sekolah doktoralnya.
Terakhir ia
berpesan, dalam menulis hendaknya, selalu usahakan berada pada lingkungan yang
kondusif, bergaulah dnegan para intelektual dan para penulis, sehingga situasi
meulis itu terus tumbuh dengan baik. Dan jangan lupa bangun silaturahmi dengan
baik.
Inspirasi
menulis
Usai mendengarkan kiat
menulis kang Abib, dan Tuan Guru Banjang diacara Pesona Khazanah Ramadhan 2017
ini, saya termenung sejenak, kepala terasa berat, seperti ditampar untuk segera
menyelesaikan tugas kuliah tesis, yang beberapa hari ini yang belum pernah saya
jamah. Pesan itu bagaikan embun inspirasi yang dingin, yang mengharuskan saya
melepaskan kemalasan.
Pertemuan yang singkat, namun penuh makna, memang terlalu
rugi jika saya lewatkan acara Pesona Khazanah Ramadhan di Islamic Center. Di akhir acara, seorang teman menelpon, ia minta dibelikan
Kolek dan Cendol di Bazar Kuliner Ramadhan, saya pun bergegas mencari Kolak, dan
Cendol untuk berbuka, sambil memikirkan kiat menulis yang dibeberkan penulis
novel No. 1 Indonesia (kang Abib).
“Tulisan ini diikut sertakan dalam lomba Blog
#RamadhanDiLombok 2017 yang selenggarakan oleh Republika dan Pemerintah Nusa
Tenggara Barat”.
0 komentar:
Posting Komentar