Hidup ini
memang penuh dengan keajaiban yang tak pernah kita duga. Keajaiban itu bisa
datang dan pergi sesuka hati. Namun tentu setiap keberuntungan itu tak datang
begitu saja, tanpa ketekunan untuk terus mecoba serangkaian kesempatan yang
ada. Kita hannya bisa berusaha untuk menjemput harapan-harapan itu. Kita harus
menyimpan banyak harapan dari setiap peluang yang ada. Dari tulisan ini, saya
hendak berbagi cerita tentang bagaimana mendapatkan berkah dari tulisan-tulisan
di portal Kampung Media.
Sejak 2010,
saya dinyatakan bergabung Kampung Media. Berkat bantuan kepala Kampung Media,
perlahan-lahan saya ikut belajar menulis dan menyebarkan informasi positif. Di
komunitas besutan Fairuz Abadi ini, saya banyak menyerap makna dan
cerita-cerita dan kisah inspiratif dari kampung ke kampung. Seorang teman
pernah bertanya padaku. Kenapa harus menulis di portal Kampung Media? Ia
mengira menulis di website komunitas anak-anak kampung ini dijanjikan honor
tinggi. Mendengar ucapan itu, saya hannya bisa membalas dengan senyum saja.
Seorang
teman lantas berbisik padaku. “Menulis itu bukan, karena bukan apa yang kita
dapatkan, apalagi dijanjikan honor. Kita tulis saja, karena dengan menulis kita
sudah mengabadikan cerita dan kisah kita pribadi dan untuk orang lain.
Percayalah suatu saat tulisan yang kita tuliskan, akan berbuah manis” Pesan Muhammad
Shafwan saat itu padaku. Kata itu menjadi motivasiku menulis waktu itu.
Al-hasil, ketika
ada pembukaan seleksi beasiswa LPDP di Jakarta, saya menyiapkan tulisan-tulisan
yang telah dimuat di portal Kampung Media. Satu-persatu tulisan saya
seleksi dengan baik, serangkaian tahapan saya ikuti dengan seksama. Seperti yang
pernah saya ceritakan di tulisan sebelumnya “Karena Kampung Media, Mendapatkan
beasiswa”. Waktu berhadapan dengan panelis wawancara seleksi LPDP. Pada menit
terakhir tulisan yang saya cantumkan dan pernah termuat di media lokal, seperti
Lombok Post, Suara NTB dan terutama dimuat portal Kampung Media saya sodorkan.
Tulisan ini menjadi bukti yang tak terbantahkan, bagaimana ide dan gagasan
positif harus disampaikan walau sepatah kata pun. Yang
terpenting dalam setiap rangkaian seleksi yang kita coba, bukan bisa
memenangkannya, namun cara ini adalah kiat terbaik untuk mendatangkan
keajiban-keajaiban itu sendiri. Bukankah cara ini paling sederhana dalam
mencitpakan keajaiban itu sendiri?
Kenapa harus Kampung Media
Dua minggu
lalu, tepatnya 15 Februari 2017, sebuah
pesan masuk di email saya. Itu adalah pengumuman dari hasil seleksi panitia sebuah
lembaga Tempo Institute, yang bernaung di bawah Media tempo. Tempo Institute satu-satunya
lembaga yang dijadikan sebagai pusat training
pemula bagi para jurnalis Tempo, sebelum menjadi wartawan professional.
Lembaga
kredibel ini memberikan beasiswa menulis pada mereka yang dianggap layak diberikan
pada, personal, komunitas atau lembaga yang mampu memberikan dampak positif
pada lingkungannya. Apakah saya sebagai anak Kampung Media layak diberikan
beasiswa menulis tersebut? Kalau soal itu, tim panitia seleksi Tempo Institute
yang paling berhak menjawabnya.
Sebenarnya
ini, bukan kali pertama saya mendapatkan beasiswa dari lembaga sekaliber Tempo.
Sebelumnya, saya terpilih sebagai penerima beasiswa S2 dari ratusan pendaftar
di Lembaga Dana Penggelola Pendidikan (LPDP) Indonesia. Pengalaman dan trik mendapatkan beasiswa ini saya pakai
agar dapat lolos di beasiswa klinik
menulis opini Tempo Institute.
Seleksi beasiswa menulis Tempo sangat berbeda dengan waktu tes seleksi LPDP Scholarship. Seleksi Menulis Tempo tak disyaratkan datang wawancara, seperti LPDP. Sehingga sebelum waktu wawancara berlansung, segala hal harus saya persiapkan sebaik mungkin.
Seleksi beasiswa menulis Tempo sangat berbeda dengan waktu tes seleksi LPDP Scholarship. Seleksi Menulis Tempo tak disyaratkan datang wawancara, seperti LPDP. Sehingga sebelum waktu wawancara berlansung, segala hal harus saya persiapkan sebaik mungkin.
Proposal yang
saya ajukan ke Tempo Instiute erat kaitanya dengan aktivitas saya menulis dan
belajar bersama Kampung Media. Bagi mereka (panitia) menganggap Kampung Media
sebagai media alternatif untuk menyuarakan cerita dan kisah-kisah orang
kampung. Kampung Media menjadi penyedia informasi dari kampung untuk sekedar
berbagi cerita bagi orang kota. Sehingga gagasan menarik untuk dibaca oleh
siapa pun. Bukankah akan lebih menarik, jika kita membaca kisah orang
inspiratif dari kampung daripada kita membaca berita hoax?
Satu minggu
setalah proposal saya kirimkan. Seorang lelaki bernama Martin Rambe (tim
penyeleksi) menelpon saya. Ia adalah salah satu panitia yang menyeleksi dari
40-han proposal masuk. Dia ingin memastikan bahwa beasiswa yang diberikan Tempo
Institute tidak salah orang. Dalam percakapan kami, ia lebih banyak menanyakan
peran Kampung Media NTB dalam memberikan informasi positif pada warga di NTB.
Dalam hati kecil, saya mengerutu, rupanya tim seleksi Tempo Institute penasaran
dengan juga dengan Kampung Media.
Sebelum menutup telpon, tim seleksi ini
mengucapkan selamat atas terpilihnya anak Kampung Media, sebagai penerima
beasiswa Klinik Menulis. Dan Minggu ini pun, saya harus mengikuti training
menulis selama satu bulan di Gedung Tempo, Palmerah, Jakarta.
Pengumuman
beasiswa Tempo Institute bisa dicek di sini,http://tempo-institute.org/pengumuman-penerima-beasiswa-klinik-menulis-opini/
Buat
teman-teman Kampung Media yang punya sejuta mimpi untuk diraih. Jangan lupakan
untuk terus berinvestasi dengan menanam kebaikan. Sebisanya sesuai dengan
kemampuan yang ada. Menulis adalah salah satu caranya. Menginspirasi dan
berbagi lewat tulisan tidak harus menunggu diri hebat dan berprestasi dahulu.
Menulis itu
soal kebiasaan, dan kebiasaan tidak bisa dibangun dalam waktu sehari. Tak perlu
lagi menunda berbagi lewat tulisan, menunggu sampai meraih sesuatu, namun
sayangnya setelah mendapatkan apa yang diinginkan, tulisan tak kunjung dibuat. Yuk
bergabung dan menulis lewat Kampung Media. (Ahyarros).
Bogor 22
Februari 2017
Bang Ahyar, terimakasih sudah berbagi pengalamannya. Setuju banget dg paragraf penutupnya. Sedikit tersentil tapi siapa tahu ketularan pengalamannya bang Ahyar.
BalasHapus