Saya ingin
mengambar keberagaman di Nusa Tenggara Barat (NTB) dari salah kabupaten kota
yakni, Kota Mataram, Lombok. Diantara 12 kabupaten Kota, Mataram memiliki
penduduk paling beragam dibandingkan kabupaten lainnya. Secara administratif
kota Mataram terbagi menjadi enam kecamatan, Ampenan, Selaparangan, Sandubaya.
NTB terdiri dari dua pulau, Lombok (suku Sasak)
dan Sumbawa (Samawa, Dompu, Bima) dan dua pulau ini NTB mempunyai 12 kabupaten
kota. Namun penduduk paling beragam di kota Mataram, selain menjadi kota
provinsi, juga merupakan kota madya, Cakranegara, Sekarbbela, dan Mataram. Di
enam wilayah ini terdiri atas 50 kelurahan dan 302 lingkungan ini hidup
berbagai macam suku; etnis Sasak merupakan
kelompok penduduk asli dan kelompok mayoritas di Lombok.
Mereka meliputi lebih
dari 90% dari keseluruhan Lombok. Kelompok-kelompok etnik lain seperti Bali,
Sumbawa, Jawa, Arab, dan Cina adalah para pendatang. Diantara mereka, orang
Bali merupakan kelompok etnik kedua terbesar yang meliputi 3% dari keseluruhan
penduduk Lombok. Sebagian orang Bali tinggal di Lombok kini adalah keturunan
para penakluk yang datang dari Karangasem.
Orang Sumbawa bermukim di Lombok
Timur, dan orang-orang Arab di Ampenan. Orang Cina adalah mayoritas pedagang
yang tinggal di pusat pasar, seperti Ampenan, Cakra. Orang Bugis khususnya
hidup sebagai nelayan, tinggal dikawasan Tanjung Ringgit, dan Tanjung luar
Lombok, kemudian kampung Jawa atau pemukiman orang Jawa terletak di Praya,
Lombok Tengah.
Di samping terbelah secara etnik, Lombok juga terbagi secara
bahasa, kebudayaan dan keagamaan. Masing-masing kelompok etnik berbicara dengan
bahasa mereka sendiri. Orang Sasak, Bugis,
Arab mayoritas beragama Islam. Orang Bali hampir semua Hindu, sedangkan orang Cina
pada umumnya Kristen.
Kelompok ormas di Lombok mayoritas Nahdlatul Wathan (NW),
Nahndlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Mariqit, dan Ahmadiyah. Dari sisi
keagamaan, kelompok muslim merupakan mayoritas di kota Mataram. Penganut agama Islam
sebanyak 265.127 jiwa, disusul umat Hindu sebesar 60.000 jiwa, Krsiten
Protesten 5.978 jiwa, Kritesten Katholik sebanyak 4.875, dan Budha sebanyak
7.653 jiwa. Kuatnya faktor
Islam dalam kehidupan masyarakat Sasak,
tidak hannya terlihat dari data kuantitaif jumlah penganut Islam, tetapi juga
terlihat dari kehidupan islami yang kental di pulau Lombok termasuk di Mataram.
Berdiri sejak 14
Agustus 2014, Alianasi Kerukunan Pemuda Lintas Agama (Akapela) kerjasama LBH
APIK yang terdiri dari komunitas anak muda lintas agama lima kabupaten
(Mataram, Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Barat, dan Lombok Utara). Sejak
berdirinya Akapela terlibat aktif dalam melakukan diskusi lintas agama dalam
penguatan kapasitas pemuda lintas agama di NTB.
Isu-isu keberagman, Hak Asasi
Manusia (HAM), pembelaan hak minoritas, dan antisipasi munculnya konflik
keagamaan, suku, dan etnik menjadi konsennya. Kunjungan ke antar tokoh lintas
agama, seperti tokokh kunci Islam, Hindu, Budha, Kristen dan ormas keagamaan terus
dilakukan. Isu keberpihakan dan pemberdayaan pada kelompok minoritas menjadi
isu paling penting untuk menjadi bagian dalam diskusi serta aksi solidaritas
terhadap kelompok korban kekerasan keagamaan, seperti jamaah Ahmadiyah di
Transito, Islam Wetu Telu, KLU, dan Syiah,
Mataram.
Maraknya isu
islamisasi diruang publik ditunjukkan di Mataram beberapa indikasi yang
menonjol. Munculnya beberapa gerakan militan Islam dari kampus negeri dan
swasta, seperti Hizibut Tahrir (HTI), KAMMI, dan Lembaga Dakwah Kampus (LDK),
serta berkembangnya perbitan buku dan majalah bertajuk Islam, munculnya perda
berbasis agama.
Hal ini ditunjukkan dengan kekerasan dan penolakkan oleh kelompok
Islam radikal terhadap kelompok jamaah Ahmadiyah di Transito dan Syiah menjadi
ancaman (kekawatiran). Belajar dari kasus 2001 penyerangan salah rumah ibadah (greja,
pura) atau kasus 71 menjadikan Akapela untuk membangun dialog berkelanjutan
antara pemuda lintas iman dan kunjungan silang ke tokoh-tokoh lintas agama di NTB.
Fenomena
penguatan identitas keisalaman di ruang publik di Mataram tak sekencang yang
terjadi di daerah lain di NTB, seperti di kabupaten Lombok Timur, atau di Bima.
Penguatan identitas keislaman di Mataram pemakaian baju seragam panjang bagi
anak sekolah, pembangunan kota berdasarkan simbol-simbol Islam dan pembanguanan
Islamic Centre sebagai ikon Kota
Mataram.
Isu munculnya penguatan identitas keagamaan di ruang publik seperti ini,
tak jarang menimbulkan rasa khawatir bagi kelompok minoritas, termasuk
minoritas agama lainnya. Isu yang seperti di atas menjadi kekawatiran Akapela,
sehingga dialog ke kampus di Mataram, kunjungan ke pemuda lintas iman dan
kunjungan tokoh adalah cara sederhana dalam mengantisipasi munculnya isu
sectarian dan konflik berlatarbelakang agama, suku dan etnis di NTB.
Ini keren.
BalasHapus