Sambil menjaga taman bacaan Fatahillah, pak Supriyanto menunggu penyewa sepeda ontel di Kota Tua, Jakarta. (Foto, Ahyarros) |
Siang itu, pukul 14.00 WITA, Supriyanto sedang sibuk merapikan puluhan buku berserakan di karpet warna merah. Satu-persatu buku itu, ia rapikan di rak kecil berukuran satu meter persegi taman bacaan Fatahillah, Kota Tua, Jakarta. "Buku ini, saya rapikan agar para pengunjung yang bertandang ke Kota Tua merasa nyaman dan mau singgah membaca di taman baca Fatahillah," Kata Supriyanto Ketua taman baca Fatahillah, Kota Tua. Rabu pekan lalu, (9/11/16).
Di tengah kesibukannya waktunya melayani pengunjung yang menyewa
sepeda ontel. Ia bersama anggota paguyuban ontel Kota Tua giliran untuk menjaga
taman bacaan yang berada persis di depan gedung arsip bank Mandiri, Kota Tua
yang warna cat dasarnya terlihat kehitaman termakan usia.
Taman
baca Fatahillah ia dirikan sejak 2008 lalu. Bersaman dengan munculnya komunitas
sepeda ontel saat itu, Supriyanto menjadi pengagas awal berdirinya taman baca
ini. Bermula dari obrolah bersama 39 anggota komunitas sepeda ontel.
Waktu itu,
Supriyanto bapak dari tiga anak ini tinggal di Tangerang melempar ide untuk
mendirikankan komunitas baca. Di hadapan anggota komunitas ontel ia mendapat
dukungan anggota paguyuban. Meningat kisahnya waktu itu.
Awal
mulanya, Supriyanto sempat mengalami kebingungan. Buku dapatkan dari mana? Sementara
mau beli buku membutuhkan isi kocek yang lumayan.
Berkat diskusi bersama komunitas
sepeda ontel, akhirnya ia mendapatkan jalan keluarnya. Dengan dana iuran
bersama, dan sumbangan buku anggota. 15 belas buku pun terkumpul saat itu. “Mau
buat taman baca, tapi buku kok belum ada buku,” Sindirian ini, ia dapatkan dari
beberapa teman ojek Kota Tua kala itu.
Tahap
awal mengumpulkan buku tak mudah ia jalanani. Empat bulan berjalan, taman bacan
Fatahillah ini mendapat perhatian, seperti masyarakat kota tua, anggota gerakan
Pramuka, dan Arsip Bank Mandiri. Bantuan hibah koleksi sangat beragam, misalnya
novel, resep memasak, dan buku sejarah. Taman baca Fatahillah dibuka pada hari
Sabtu-minggu dan hari-hari besar lainnya.
Hal ini dilakukan karena harus
mengikuti aturan dari badan arsip Bank Mandiri.
Supriyanto
menjadikan taman bacaan sebagai pusat dan pelayanan informasi bagi wisatawan
lokal dan mancanegara. Bacaan bisa didapatkan pengunjung dengan cuma-cuma. Taman
baca menjadi lading berbagi pengetahun bagi pengunjung yang datang ke Kota Tua.
"Kami
boleh bodoh, tapi keluarga dan orang lain tak yang berkunjung di taman baca
Fatahillah tak boleh bodoh,". Papar ketua komunitas taman baca yang akrap
disapa Supri ini.
Sejak
berdiri, hingga kini taman baca ini telah memiliki tak kurang dari 700 koleksi
buku. Untuk menambah koleksi buku, bersama anggota, pak Supri menyisihkan hasil
pendapatannya bersama sebanyak Rp 20-30 ribu perbulan. Itu tak dilakukan dengan
kesadaran anggota bersama komunitas taman bacaan, dan Sepeda Ontel. Jadwal pelayanan
dimulai dari pukul, 08.00-05.00 sore. Sabtu dan minggu jadwal rutinnya,
sementara senin sampai Jum’at tutup.
Selain
menjadi ketua di taman bacaan Fatahillah, sosok yang akrab dengan buku ini terlibat
dalam komunitas sepeda ontel. Pekerjaan utama yang digeluti pak Supri adalah
menjadi penggelola sepeda ontel. "Kalau pekerjaan saya adalah di komunitas
sepeda ontel, sedang di taman baca, sebagai tempat berbagi dengan orang
lain". Ujarnya pak Supri.
Dari
taman bacaan yang dibentuk sejak 2008 ini. Supriyanto bersama anggota komunitas
taman bacaan Fatahillah berharap. Agar semua pengunjung yang datang bisa
membaca dan memanfaatkan komunitas taman baca sebagai pusat informasi tentang
kota Tua dan Jakarta.
Hari
sudah menjelang menjelang sore. Supriyanto masih sibuk merapikan puluhan buku
koleksi yang terpajang di rak, dan meja satu meter di taman baca Fatahillah. Seketika
ia pun bergegas memanggil Markham (43) anggota taman baca membantunya untuk
menutup taman baca Fatahillah.
Bogor, 15 November 2016
0 komentar:
Posting Komentar