Tafsir Baru Kelas Menengah Indonesia




Kelas menengah sering diidentikkan sebagai kelompok masyarakat yang memiliki rumah dan layanan kesejatan yang mapan, menikmati pendidikan layak termasuk (perguruan tinggi) untuk anak-anak mereka, atau memiliki job security yang memadai. Atau bahkan mereka yang memiliki pendapatan berlebih yang memungkinkan mereka membeli TV, lemari es, AC, liburan, hingga membeli mobil.

Tapi apakah benar seperti itu? Apa sesungguhnya definisi dari kelas menengah? Berbeda dengan kelas bawah (miskin) yang bisa ditafsirkan dengan cara yang umumnya pada sebuah kebutuhan saja. Tidak ada definisi paling benar mengenai kelas menengah ini. Setiap orang dan badan peneliti memiliki cara pandang sendiri, hingga akibatnya jumlah kelas menengah di sutau Negara khususnya Indonesia sangat berbeda pada pemaknaan yang dipakai.

Kajian tentang potret munculnya kelas menengah di Indonesia selalu menarik perhatian untuk dikaji dari bidang sosial politik dan ekonomi. Buku depan wajah kelas mengah Indonesia ini menggunakan pendekatan etnorafi tentang gambaran masyarakat kelas menengah di berbagai kota Indonesia. Dalam bidang ekonomi ekonomi pertumbuhan kelas menengah perlu untuk dikaji dalam berbagai pandang, termasuk salah satunya pendekatan etnografi.



Revolusi kelas menangah secara perlahan-lahan turut mengubah dunia pemasaran di Indonesia. Dulu kita beranggapan jika memiliki produk seperti,  kulkas, TV, telepon seluler, kartu credit, mobil Avanza dan bahkan bisa berpergian ke luar negeri. Bagi kelas menengah semua ini tidak “Mewah-mewah amat”. Begitu juga dengan apartemen, bisa dimiliki oleh kalangan urban. So barang-barang tersebut bisa dimiliki secara masal oleh kelas menegah negeri ini.

Untuk mengetahui secara jelas sosok kelas menengah dengan berbagai perubahannya, Middle Class Institut (MCI) telah melakukan berbagai resit. Riset ini bertujuan untuk gaya hidup dan nilai-nilai, persepsi, harapan prilaku konsumen kelas menegah di Sembilan kota seluruh Indoensia. Dalam hasil penelitian tersebut mencoba menggelomokkan kelas menengah ke beberap bagian, seperti settler, follower, trendsetter, climber, performer dan aspirator.

Dalam pengelompokkan ini memberikan gambaran ada pergeseran konsumen kelas menengah yang berdampak pada ekonomi dan sosial. Sebelum MarksPLUS Insight juga telah melakukan riset atas 10 kota kelas menegah di Indonesia. Dalam hasil tersebut diuraikan, Taufik dalam Rissing Middle Class in Indonesia (Peluang bagi Marketer dan implikasi bagi policy Maker yang diterbitan Gramedia Utama 2012.

Jika riset MCI mengidentifasi delapan kelas menengah, maka MarkPLUS membagi menjadi tiga, anak, perempuan muda dan neitzen. Kelas menengah masih menjadi riset utama. Kedua lembaga ini adalah kelas menengah sesuai dengan istilah yang digunakan oleh Bank Dunia (kelompok individu dengan kisaran pengeluaran 2-20 dollar AS perhari.

Kelas menegah Indonesia ini juga memiliki ciri kemampuan daya beli yang terus mengalami peningkatan dan sangat tanggap terhadap perubahan masa depan.
Meningkatnya kelas meningah ini merupakan peluang bagi perdagangan Indoensia. Dan Indonesia akan mulai diperhitungkan oleh dunia.

Jika kejadian seperti ini bisa tangkap oleh para pemilik modal yang bergerak mencari ceruk bisnis di daerah. Maka dengan sendirinya daerah pun akan berlomba-lomba menarik penanam modal dan membangun sejumlah fasilitas yang bisa mendukung gaya hidup kelas menengah.

Kelas menengah menjadi objek penelitian kedua lembsgs ini adalah kelas menegah sesuai dengan yang disebutkan bank dunia, yaitu kelompok individu dengan kisaran pengeluaran 2-20 dollar AS perhari. Kelas menengah Indonesia juga memiliki ciri dengan kemampuan daya beli yang terus meningkat.

Meningkatkan kelas menengah merupakan berkah bagi dunia perdagangan. Indonesia munlai muncul dalam perhitunngan atau magnet bagi para pemilik modal. Riset seperti yang dilakukan MarkPlus memperlihatkan pada pertumbuhan kelas menengah. Hal ini didorong dengan kemunculan otonomi daerah, hingga penyebaran pada pertumbuhan kelas menengah muncul dari berbagai daerah di luar Jawa.

Bagi para pemilik modal, kesempatan ini dijadikaan untuk terus bergerak untuk mencari ceruk bisnis baru di daerah. Orang di daerah pun tidak mau kalah dengan peluang ini. Mereka terus berlomba-lomba menarik para investor untuk membagun daerah yang mendukung gaya hidup kelas menengah ini.

Berubahnya gaya hidup masyarakat dan meningkatnya daya beli masyarakat merupakan peluang bagi para perusahan untuk melakukan banyak penemuan dan terus berinovasi. 

Selain soal tafsir munculnya kelas menengah baru pesan yang ingin di sampaikan oleh, Yuswohady Kemal E. Gani dalam bukunya ini bagaimana para pengarap ceruk manis bukan hannya mengejar miliaran untung, namun mencoba mengenal dan memahami dengan jelas tentang karakter para pembeli kelas menegah menjadi kunci keberhasilan startegi pemasaran. []

Bogor, 23 Oktober 2015

1 komentar:

 

Translate

Flickr Photostream

Twitter Updates

Meet The Author