Cerita Pilu dari Penampungan Transito (1)


Tulisan ini dalam rangka mengikuti Sayembara blog Ahmad Wahib 2014, Tampak dari kejauhan anak kecil yang sedang asyik bersama temannya, bangunan tua, dengan plafon berlubang, berbatas kain kelambu, dan sempit itu gambaran sebuah penampungan jamaah Ahmadiyah Transito di Majluk, kota Mataram NTB. Tempat puluhan kepala keluarga (KK) jamaah ahmaidyah yang diungsikan sejak 4 Pebruari 2006 tahun lalu. 

Sekitar 6 tahun puluhan keluarga yang mengunsi di Transito dengan kondisi yang memprihatinkan, selain tempat tinggal yang tak layak, mereka juga kesulitan dalam memenuhi kebutuhan  sehari-hari mereka. Mereka harus terpaksa dibawa tempat ini dan terusir dari kampong halaman mereka di dusun Gegelang, desa Ketapang, Lombok Barat. 
Saat masa yang melakukan penyerangan merusak rumah mereka. Bahkan penyerang menjarah barang-barang mereka.

Masa yang datang dari berbagi wilayah menganggap aliran yang dipercayai jamaah Ahmadiyah sebagai aliran yang sesat menyesatkan. Maka dengan alasan ini, masa meminta para pengikut jamaah ahmadiyah segera untuk meninggalkan kampung halamannya.
Kasus yang menimpa jamaah Ahmadiyah sering menjadi perhatian banyak pihak, karena kasus ini serupa juga banyak dialami warga yang satu aliran tempat di NTB. 

kondisi bangunan Transito yang terbatas tak mampu menampung banyak Jamaah Ahmadiyah yang mengunsi. Namun mereka tak bisa berbuat  banyak dan tetap menjalani hari-hari tanpa kepastian dipenggunsian tersebut. Di Setiap kepala keluarga membuat sekat kamar sendiri dengan kain dan bekas kardus, tak ada tembok yang memisahkan. Tempat tidur yang sederhana rata-rata beralaskan tikar dan hannya beberapa jamaah Ahmadiyah yang punya kasur-kasur lusuh itu pun tipis dan sudah sobek dimana-mana, sehingga sangat memperhatikan sekali.

Begitu juga dengan halaman dijadikan sebagai dapur yang hannya berukuran 1x1 meter. Kondisi kumuh, untuk memasak mereka menggunakan kayu bakar, dan tempat mereka mandi dan mencuci juga satu.

Pasrah pada nasib
Di satu sisi pemerintah mengganggap mereka illegal kartu tanda pengenal mereka tidak ada, anehnya lagi pemerintah tidak meleayani mereka dalam pembuatan KTP, begitu juga Majlis Ulama Indonesia (MUI) menjadi dalang penyesatan.Dari temuan Lensa NTB, sepanjang Januari –Desember 2011, secara umum megambarkan situasi kebebasan beragama dan berkeyakinan untuk  tahun ini turun dari ketahun sebelumnya.

Pelanggaran Hak-hak Beragama atau Berkeyakinan di NTB
Fokus pembahasan dalam kategori ini, bagaimana negara menjamin kebebasan warga negara untuk beragama dan berkeyakinan Setiap pelanggaran kebebasan beragama yang dilakukan secara langsung oleh aparat (commission) atau pembiaran (omission) masuk dalam kategori ini. 

Tahun 2011 terdapat 6 kasus pelanggaran. Mulai dari sikap pemkab Lombok Barat yang menilai Ahmadiyah tidak mau kooperatif, tuntutan berbagai ormas Islam yang meminta gubernur NTB untuk membubarkan jamaah Ahmadiyah di NTB, SK pelarangan Ahmadiyah di Kabupaten Lombok Utara (KLU), pembunuhan anggota polisi di Dompu dan pembakaran gubuk yang diduga tempat mengajarkan aliran sesat di Pringgabaya, Lombok Timur. Bersambung (Ahyar)


0 komentar:

Posting Komentar

 

Translate

Flickr Photostream

Twitter Updates

Meet The Author