Bersama teman-teman LPM Royu'na IAIN Mataram |
Saya berdiri melihat ribuan nama-nama di pengumuan kampus IAIN
Mataram, namaku masuk (lulus) di Fakultas Syari’ah (Hukum Bisnis Islam).
Dinyatakan lulus, segala sayarat daftar ulang, kontrakan (kost), saya bayar,
sampai dengan semester delapan, dengan rizki tabungan selama di Malaysia.
Sementara biaya hidup keseharian, saya banyak dapatkan dari
bekerja diluar kampus, jadi notulen di beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM), LBH APIK, Lembaga Studi Kemanusiaan (Lensa) dan pada semester delapan
diminta untuk menjadi staf ahli Program Unggulan Prov. NTB (bagian publikasi
dan Media).
Selain itu, saya ikut aktif terlibat belajar dan berbagi di
komunitas penulis, Kampung Media, Kompasiana, Kelas Inspirasi, dan berbagai
kegiatan sosial kemasyaraktan lainnya. Saya meneyelesaikan pendidikan S1 dengan menempuh waktu 6 tahun,
dua tahun lebih lama dibandingankan teman-teman satu angkatan di IAIN Mataram.
Pengalaman belajar diluar kampus telah menempa diri saya untuk terus belajar
dalam berbagai hal. Kesulitan tak pernah saya jadikan sebagai kendala untuk
tidak punya mimpi apalagi tak bersekolah. Punya pengalaman pahit, menjadi TKI
tak membuat saya untuk punya mimpi. Saya percaya, mereka yang berbgerak tak menyalahkan
keadaan, mau berbuat, mereka akan menemukan mimpinya.
Mendapatkan Beasiswa S2
Tahun 2014 adalah masa babak terakhir menyelesaikan tugas sebagai
mahasiswa di IAIN Mataram. Dengan berbagai kesulitan telah, saya lalu, tak
terasa semua kesulitan itu telah membentuk keperbadian saya agar tak pernah
menyerah dalam berbagai kesulitan.
Alhamdulillah, tak seperti kebanyak
mahasiswa lainnya, setelah selesai S1 harus membuat surat lamaran pekerjaan
kemudian dimasukkan ke berbagai persusahan dan lembaga lainnya. Pengalaman pernah belajar di berbagai lembaga bidang kemanusiaan,
dan pengalaman menulis membuat ditawari berbagai pekerjaan.
Namun, saya
akhirnya ikut bergabung di Staf Ahli Program Unggulan Prov. NTB. Tapi aktivitas
sosial kemasyarakatan tetap saya jalani seperti biasanya.
Pada suatu hari dalam perjalanan menuju kegiatan teman-teman Kelas
Inpirasi di salah satu sekolah ujung pulau Lombok, tepatnya di Lombok Timur.
Saya mendapat pesan singat (SMS) dari seorang sahabat yang waktu itu, ia sedang
mencari beasiswa S2. Bunyi SMS itu kurang lebih begini, “Bulan depan ada
pembukaan beasiswa S2 dari Lembaga Dana Penggelola Pendidikan (LPDP),
sepertinya anda harus mencoba beasiswa ini”.
Saya pun minta alamat website penyandang beasiswa tersebut. Setelah
mendapatkan SMS itu, saya seperti mendapatkan semangat baru untuk beradu nasib
lewat beasiswa, walau pun waktu itu, setiap kali mendapatkan informasi beasiswa
S2. Saya cenderung berkecil hati, saat hendak ikut sebuah seleksi. Termasuk
kendalaku waktu itu adalah Bahasa Inggris.
Berkat Kampung Media dan Kompasiana
Hidup itu penuh dengan segala keajaiban-keajaiban. Kita tak pernah
tahu kapan keajaiban itu akan turun menyapa kita. Sebab keajaiban tak bisa
direncanakan. Ia bisa datang dan pergi sesuka hati. Kita hannya bisa
menangkapnya pada kesempatan terbaik.
Usai kegiatan mengajar Kelas Inspirasi di
Lombok Timur, saya kembali ke Mataram, saya pasang niat untuk melamar beasiswa
LPDP satu persatu syarat, saya baca dan pahami dengan seksama.
Bersama Penerima Beasiswa LPDP di Salemba UI |
Ini adalah satu lembaga pemberi beasiswa paling bergensi yang
menjadi incaran pencari beaiswa Indonesia. Kelebihan LPDP adalah tidak telalu
mensyaratkan Teofl yang tinggi bagi anak daerah tertinggal di Indonesia.
Beasiswa ini menyediakan biaya penuh bagi mahasiswa dalam negeri bahkan luar
negeri, termauk di Amerika dan Eropa.
Namun banyak juga teman yang berbisik
padaku, untuk bisa memenangkan beasiswa ini sangat tinggi. Hingga tingkat
kelusannya pun sangat kecil.
Aku lalu menjalani serangkaian seleksi. Mulai dari berkas test
Toefl, hingga wawancara. Saya melakukannya dengan penuh semangat, tetapi tak
terlalu bagaimana hasilnya.
Saat mengirimkan berkas, saya mengumpulkan semua
berkas, termasuk arsip-arsip tulisan. Arsip ini termasuk tiga buku yang pernah,
saya susun bersama teman di Program Unggulan, NTB, dan puluhan artikel di media
seperti di Kampung Media, dan Kompasiana.
Arsip-arsip inilah saya kedepan untuk menaklukkan hati pemberi
beasiswa. Beberapa tulisan di Kampung Media dan Kompasiana yang terpilih
sebagai kepala berita (headline), saya anggap bagus, kuseleski semua.
Setelah itu, semua tulisan itu, saya cetak, lalu dijadikan satu bundle bersama
kumpulan artikel lainnya.
Selain itu itu di CV pribadiku, saya tambah dengan
pengalaman mendampinggi Kelas Inspirasi mengajar di pelosok desa terpencil di
NTB. Dampak lukisan itu sangat besar. Ketika wawancara seorang juri tingakat
nasional memintaku menceritakan pengalaman sederhanaku salah satunnya kenapa
menulis di Kampung Media, dan Kompasiana.
Tepatnya pada tanggal 17 November 2014, penantiku pun berbuah
manis. Dalam sebuah form pengumuman di LPDP, namaku tercatat sebagai dari 80
penerima beasiswa untuk tahun 2014. Saya telah melewati test akhir dan
menyelisihkan ratusan peserta lainnya. Kalau kurenunggi berita gembira itu, tak
henti-hentinya kusyukuri semua keajaiban itu.
Saya hannya seorang mantan TKI dari keluarga petani biasa yang
belum pernah sekalipun tak menyangka keajaiban. Namun tiba-tiba berkesempatan
melanjutkan pendidikan S2 dari LPDP. Hingga saat ini, saya telah dinyatakan dan
melaksanakan aktivitas perkuliahan disalah satu kampus terbaik di Indonesia, Instiut
Pertanian Bogor (IPB). Wallahuallab bisawab. []
Lombok, Juli 1 2015
Kisah yang luar biasa menyentuh kanda..
BalasHapusSaya merasa berada dalam cerita pelungguh karena juga berasal dari latar belakang dan daerah yang tak jauh berbeda.
Mohon maaf jika berkenan untuk saya memperkenalkan diri, saya dari batu Tangkok dusun bagik nyala sakra barat