Kita
adalah bangsa yang ingatannya terbilang amat pendek. Menghidap amnesia sosial, kita pun sering lupa
dengan jejak sendiri, hingga membuat kita tak kunjung menjadi dewasa. Bahkan
acapkali mengulangi kesalahan yang sama. Laksana keledai dunggu yang terperosok
berkali-kali ke dalam lubang yang sama. Penyakit lupa, juga yang membuat kita
tidak mengenal dengan baik lingkungan sekitar. Kita tak tahu potensi diri,
bahkan seringkali meremehkan kemampuan diri sendiri. Semoga kita tidak dalam
bagian tersebut. Bukakah begitu?
Sepulang
dari Jakarta. Saya merapikan kembali koleksi buku-buku lama yang berserakan
lama tidak terurus di kampung halaman, Sangupati, Sakra Barat, Lombok Timur. Ketemulah
salah satu buku seorang sahabat “Orang Biasa yang Tidak Biasa”. Sebuah kumpulan
tokoh inspirasi dan harapan di Nusa Tenggara Barat (NTB). Singkat cerita buku
tersebut menjadi rekam jejak sejarah orang-orang biasa yang mungkin tak pernah
terbayang dalam pikiran.
Mereka
ini terbilang dari pengurus koperasi perempuan, pekerja sosial, penulis buku, seniman,
guru, pemilik restoran, pegiat pariwista, aktivis lingkungan, petani, buruh
bahkan sammpai juru dakwah masjid. Semua aktivitas mereka sangat membumi, bukan
sesuatu yang tak terjangkau di alam jagat ini. Mereka pioner dan pengerak
perubahan pada dunianya. Dedikasi kerja keras dan loyalitas mereka nyaris tanpa
batas, untuk dunia yang mereka gelutinya.
Kita
seringkali menilai sebuah kesuksesan hannya dari limpahan materi, jabatan dan
kekuasaan. Mereka puluhan yang di dalam buku ini sahabat ini, sangat jauh dari
ukuran itu. Namun, kalau anda menghayati kesuksesan sebagai sebuah proses hidup
yang panjang, bukan seperti kilatan tatapan kamera sesaat. Bolehlah orang biasa
ini, disebut telah mengengam kesuksesan.
Bagi
saya, beruntung bisa bertemu dengan salah seorang orang biasa dan tidak biasa
ini. Rasanya seperti menghayati sesuatu yang bukan omong besar atau omong
kosong. Saya terasa bertemu dengan harapan besar, yang bukan hannya membunuh
rasa skeptis dan putus asa, namun
juga, namun juga mengugah melahirkan optimisme memandang masa depan lebih baik.
Harapan, memang bukan jaminan segalanya akan berjalan dengan baik. Namun dengan
adanya harapan, paling kurang tidak tahu apa yang hendak kita ikhtiarkan.
Harapan,
menjadi suluh penerang untuk percaya pada masa depan tidaklah selamanya suram.
Sebab ternyata diam-diam masih ada orang-orang yang mengupayakan masa depan itu
dengan kerja keras dan karya nyatanya di tengah carut marutnya keadaan. Mungkin
disitulah arti pentingnya buku “Orang biasa dan tidak biasa” ini. Terlebih pada
zaman otonomi daerah yang ramai didengarkan seperti saat ini, rasa dibutuhkan akan
lebih banyak lagi orang-orang kreatif, inovatif dan bersedia menjadi pioner
dalam lingkup sekecil apapun, seperti yang dilakukan orang biasa dalam buku sahabat
ini.
Tentu
saja, masih banyak sosok-sosok orang biasa lainnya juga patut mendapatkan
tempat. Hannya karena soal teknis, kita sering membuat alasan. Saya tidak
menemui mereka, terutama orang biasa yang terselip jauh dari pelosok-pelosok,
yang kiprah dan rekam jejak hidupnya acapkali luput dari perhatian kita. Membaca
buku dengan jelas saya merasakan sebuah keyakinan, mudahnya bermimpi. Untuk menjemput
mimpi itu membutuhkan kerja keras, dan ketekunan.
Mataram, 21 Mei 2015
0 komentar:
Posting Komentar