Wanginya Kopi Tambora


Kopi Tambor, foto Ahyar 

“Kami di NTB punya kopi Tambora, ditanam dilereng Gunung Tambora gunung yang pernah menguncang dunia dengan letusannya yang dahsyat pada tahun 1815. Coba cicipi kopi Tambora, nikmatilah rasanya yang khas”.  Begitu sepengal pengantar yang terucap dari bibir Novi Novitasari pada festival Kopi Nusantara Jakarta 2011.

Kalau anda penasaran dengan kopi Tambora, tanyakan saja lagi pada Winda Novitasari (22) atau kepada Nindi Rahmat Putri (21), maka dari bibir mungil dua gadis manis itu akan mengalir informasi yang cukup lengkap. Maklum keduanya adalah duta kopi NTB yang sempat mencuri perhatian pengunjung pada Festival Kopi Nusantara 2011 di Jakarta.
Kopi NTB memang belum sekondang dan diburu banyak orang, seperti kopi Aceh atau Toraja misalnya. Tetapi kopi NTB bukan pula anak bawang. Potensi untuk menjadi sejajar dengan kopi Toraja atau Aceh bukannya tak ada.

Kopi Tambora misalnya, ditanam di atas dataran tinggi 600 meter dari permukaan laut, dengan kesuburan tanah vulkanik Gunung Tambora, di hamparan lahan mencapai dua ribu hektar, kopi Tambora menyajikan cita rasa yang khas dan unik. bukan mustahil Kopi Tambora menjadi kopi yang kondang dan diburu banyak orang. Selain kopi Tambora, ada pula kopi Sajang dari dataran tinggi Sembalun, di kaki Gunung Rinjani Lombok.

Usaha kopi di Sembalun memang masih merupakan usaha sampingan, pelengkap dari usaha utama warga yang bekerja sebagai petani tanaman holtikultura, peternak dan pedagang. Sekalipun pelengkap, sumbangan usaha kopi rata-rata berkisar 20-30 persen setahun dari total pendapatan rumah tangga warga di Sembalun. Sumbangan yang cukup berarti untuk menyangga ketahanan ekonomi keluarga.

Tambora dan Sembalun, keduanya sentra kopi NTB yang menyimpan kisah panjang. Mulai dari sejarah budidaya, pasang surut usaha, hingga potret kerja keras petaninya. Satu benang merah bisa kita tarik. Ternyata usaha budidaya kopi di NTB sudah lama ada dan tak pernah berhenti. Seringkali hasilnya tak melegakan hati dan belum memberi dampak ekonomi yang berarti.

Tetapi usaha budidaya kopi seperti di Tambora dan Sembalun, tak pernah benarbenar mati. Ini satu pesan yang jelas dan terang bahwa kopi dan warga di sana sangat mungkin telah menyatu. Ada satu keyakinan besar: dari kopi mereka bisa berjaya. Tugas kita semua membantu mereka membuktikan keyakinan itu tidak tinggal hanya mimpi. Tetapi nyata suatu saat nanti.


Penulis Komunitas Kampung Media (www.kampung-media.com), Kompasiana.com & www.ahyarrosi.blogspot.com. tweeter, @AhyarRos. Selain itu penulis merupakan penerima Beasiswa Lembaga Dana Penggelola Pendidikan (LPDP) di Universitas Indonesia, Jakarta.

2 komentar:

 

Translate

Flickr Photostream

Twitter Updates

Meet The Author