Semoga bertuah di Menulis Tempo Instite 2017


            
Foto bersama peserta menulis feature Tempo 2016
                              
Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis ia akan hilang didalam masyarakat dan dari sejarah” (Pramoedya Ananta Toer). 

Menulis adalah profesi yang tidak pernah kenal kata pensiun. Setua apa pun seseorang, asalkan bisa membaca dan menulis, tetap bisa menjadi penulis. Menulis artikel atau opini menjadi pilihan yang menjanjikan dimasa akan datang. Perlu diingat bahwa di Indonesia saja, ada ratusan surat kabar, seperti majalah, media online, dan penerbitan buku yang terbit setiap harinya. Bukankah ini adalah peluang emas bagi para penulis, untuk menorehkan gagasan cerdasnya dan berbagi pikiran dengan khalayak. Ada manfaat yang kita dapatkan dari hannya sekedar membudayakan tradisi menulis (opini) dan artikel di surat kabar atau sosial media. 

Pertama, gagasan kita bisa dibaca banyak orang, sehingga mampu mempengaruhi dan mencerahkan publik. Dalam bahasa agamanya, melalui menulis, kita sudah menanamkan investasi amal saleh berupa penyebaran ilmu pengetahuan bermanfaat bagi orang lain. Kedua, melalui tulisan atau opini yang dimuat di media cetak dan elektronik, kita mengalami kepuasaan bathin dan kepuasaan intelektual. Itulah kenapa menulis menjadi sangat penting untuk ditradisikan dalam budaya kita, dan alasan inilah yang membuat saya untuk terus ingin belajar mengasah keterampilan menulis.      

Dalam rentan perjalanan hidup saya. Membaca surat kabar sudah menjadi bagian kesadaran diri yang tak terpisahkan dari keberadaan hidup saya. Persoalannya cukup sederhana, hidup saya sangat bergantung pada keberadaan informasi surat kabar dan boleh dikatakan, saya berhutang budi pada koran. Koran adalah “Qur’an kedua” bagi saya. Dari koran, saya belajar menjadi pembaca yang baik dan dari pembaca pemula, saya belajar keterampilan menulis artikel dan opini media koran lokal di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). 

Tulisan yang telah dimuat dikolom opini media lokal (Suara NTB, Lombok Post) membuat saya merasa senang. Rasa puas secara bathiniah terbukti dari rasa senang yang luar biasa, setelah mengaktualisasikan pikiran melalui tulisan yang mampu dimuat di surat kabar, sehingga dapat dibaca publik. Mengharapkan honor, bukan menjadi alasan utama menulis, karena menulis di media lokal waktu itu, tidak menyediakan honor bagi penulis. Apalagi penulis pemula, tulisan yang dimuat pun sudah merasa senang (kepuasan bathin). Adalah satu kebanggan hati apa bila ada seorang penulis baru pertama kali menghasilkan artikel yang dimuat di sebuah surat kabar.  

Saat ini, saya bekerja di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lembaga Studi Kemanusiaan (Lensa). Sebuah lembaga lokal yang konsen melakukan pemantauan terhadap isu kebebasan beragama di NTB. Isu kemanusiaan, perdamaian, dan advokasi kelompok minoritas (kelompok Ahmadiyah, dan Syi’ah menjadi konsen lembaga ini). Selain itu, saya menjadi volunteer di lembaga lokal, tapi isunya masih berkaitan dengan isu kemanusiaan (LBH APIK, Akapela). 

Di lembaga inilah, saya dilibatkan sebagai penangungjawab media, menulis artikel dan update berita terkini. Namun kemampuan menulis saya dalam menyajikan artikel dan opini yang berkaitan dengan isu kemanusiaan dan perdamaian masih belum memadai. Saya masih kesulitan dalam mengemas ide dan menentukan angle (sudut pandang), kalimat efektif yang tepat untuk dijadikan artikel dan opini. Ini juga menjadi alasan utama saya mengikuti beasiswa pelatihan menulis Tempo Institute 2017. 

Jika saya diberikan kesempatan mendapatkan beasiswa klinik menulis opini Tempo Institute. Komitmen saya adalah menulis artikel dan opini untuk isu perdamaian, dan kemanusiaan. Merawat keberagaman itu harus disuarakan lewat tulisan kalimat efektif. Yang juga penting, pengunaan gaya bahasa yang menarik dan tangkas, tidak membingungkan pembaca.

Sejak kecil, saya menempuh pendidikan di Pondok Pesantren Darul Furqon, Nahdlatul Wathan (NW), Mengkuru, Lombok Timur, NTB. Pada 2008, saya melanjutkan pendidikan S1 di fakultas Syari’ah (hukum Islam), Institut Agama Islam Negeri (IAIN), Mataram. Di IAIN, saya pernah aktif di Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Royuna, Jaringan Islam Kampus (Jarik), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). LPM Royu’na, Jaringan Islam kampus, memberikan pengalaman tersendiri dalam pengembangan pengetahuan, dan mengasah skill menulis dari pertemanan antar aktivis mahasiswa, hingga saat ini saya bekerja dan bergelut dengan isu kemanusiaan dan perdamaian.

Motivasi dan komitmen
Ini motivasi dan komitmen saya kenapa mengikuti program beasiswa pelatihan menulis opini Tempo Institute 2017.

Pertama, saya niatkan beasiswa pelatihan menulis opini Tempo Institute 2017 ini untuk memperkuat skill dan tehnik menulis opini yang baik. Usai pelatihan saya hajatkan untuk berbagi dengan jaringan pesantren, pemuda lintas agama, dan komunitas peduli perdamaian (Lombok). Lebih penting lagi adalah dari skiil menulis opini akan saya jadikan sebagai alat dalam mengkampanyekan idu kebaragaman (pluralisme), kemanusiaan, dan perdamaian dilingkungan pesantren di NTB, dan umumnya Indonesia. 

Kedua, saya tertarik mengikuti pelatihan menulis opini Tempo Institute 2017 agar mendapatkan bimbinan lansung dari redaktur opini Tempo. Bagaimana tehnik menulis, menentukan batas tulisan, riset bahan tulisan, membangun perspektif dan argumen dalam menulis opini dan tips lolos ke meja redaksi menjadi sesuatu yang sangat berguna. Menjadi peserta aktif, berpartispasi dalam diskusi antar peserta dan aktif selama pelatihan mendapat bimbingan dari mentor pelatihan menulis Tempo Institute 2017.     

Ketiga, sebagai alumnus pondok pesantren yang tinggal di kampung. Saya niatkan ilmu dan pengalaman yang saya dapatkan di program pelatihan menulis opini Tempo 2017, sebagai upaya untuk menangkal kelompok gerakan Islam radikal. Menulis opini dan artikel menjadi alternatif yang sangat efektif. Mengadakan diskusi dan praktik lansung menulis opini pada santri di pesantren adalah pintu masuk untuk memperkenalkan isu kemanusiaan, perdamaian, dan pembelaan hak-hak kelompok minoritas di Indonesia. Jika saya diberikan kesempatan mendapatkan beasiswa pelatihan menulis opini Tempo 2017, saya akan mengajarkan pengalaman dan skill tersebut di komunitas pemuda lintas agama, pondok pesantren Nahdlatul Wathan (NW), dan komunitas mahasiswa di NTB.

Terakhir, untuk mengikuti pelatihan menulis opini Tempo Institute 2017, saya memiliki kesulitan dalam pembiayaan kontribusi pelatihan sejumlah Rp 3. 500.000. Kalau transportasi dari Lombok – Jakarta (menuju lokasi pelatihan yang telah ditentukan Tempo Institute), dan kebutuhan selama tinggal di Jakarta, saya akan membiayai sendiri. Tentunya, program menulis opin ini, akan sangat membantu saya dalam mengemas opini dengan kalimat efektif,, hingga menjadi perhatian publik. Sebagai komitmen awal menjaga ke-utuhan dan kemajmukan Indonesia. 

Isu keberagaman, perdamaian, kemanusiaan, dan keadilan menjadi isu paling penting untuk senantiasa dijaga dalam bingkai kebinekaan Indonesia yang majmuk. Selesai mengikuti pelatihan menulis opini Tempo 2017. Pengalaman dan ilmu yang didapatkan selama mengikuti pelatihan menulis opini Tempo Institute ini. Adalah menjadi keharusan bagi saya untuk berbagi praktik menulis pada komunitas Pemuda Lintas Agama (Akapela), Pemuda Nahdlatul Wathan, teman-teman pesantren, Lembaga Studi kemanusiaan (Lensa), LBH APIK, dan Pondok Pesantren Darul Furqon, NW Mengkuru dan khususnya untuk komunitas-komunitas NTB. 

Bogor 7 Januauri 2017  




0 komentar:

Posting Komentar

 

Translate

Flickr Photostream

Twitter Updates

Meet The Author