Kajian
mengenai UU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Budidaya Ikan, dan Peternak
Petambak Garam (NPPG) selalu menarik untuk dibahas. Apalagi UU NPPG telah
disahkankan pada tanggal 15 Maret 2016. Ada dua aspek penting yang disampaikan
mengenai UU NPPG yakni, soal perlindungan dan pemberdayaan untuk nelayan.
Diantara kedua ini saling berkaitan antar satu dengan lainnya. Namun yang
selalu menjadi pertanyaan besar kita adalah bagaimana inplementasi dari UU NPPG
dilapangan, dan apa saja yang penting untuk dikritisi dalam UU NPPG?
Pada
pasal 3 dari point A sampai dengan point F membahas tentang pemberdayaan
ekonomi dan perlindungan hukum pada nelayan dan mencakup sebagai berikut; (a) menyediakan
prasarana yang dibutuhkan dalam
mengembangkan usaha, (b) memberikan kepastian usaha yang berkelanjutan, (c) meningkatkan
kemampuan, kapasitas, dan kelembagaan nelayan, pembudi daya ikan, petambak garam
serta penguatan kelembagaan dalam menjalankan usaha yang mandiri, produktif,
maju, modern, dan berkelanjutan serta mengembangkan prinsip kelestarian
lingkungan, (d) menumbuh kembangkan sistem dan kelembagaan pembiayaan yang melayani
kepentingan usaha, (e) melindungi dari risiko bencana alam dan perubahan iklim,
dan (f) memberikan perlindungan hukum dan keamanan di laut. (UU NPPG 2015).
Ada beberapa catatan penting dan harus diperhatikan
dalam aspek UU NPPG ini. Nelayan memimilki hak yang sama seperti warga negara
lainnya seperti hal masyarakat di pedesaan maupun perkotaan. Aspek-aspek itu
antara lain sebagai berikut: Pertama, perlindungan atas tempat
tinggal (pemukiman) yang berupa sertifikasi tanah rumah nelayan. Sertifikasi
tanah hak milik nelayan menjadi sangat penting, dengan setifikat tersebut
nelayan bisa dijadikan sebagai jaminan di bank untuk jaminan usaha. Kedua,
perlindungan untuk mendapatkan fasilitas pendidikan, dan kesehatan yang layak
ataupun pelayanan atas hak-hak dasar lainnya.
Ketiga, perlindungan
atas harga ikan (usaha nelayan), perlindungan ini sangat penting karena hasil
tangkapan ikan yang tidak menentu membuat nelayan kesulitan dalam mengatur
standar harga maksimal. Keempat, perlindungan untuk
mendapatkan bantuan hukum, artinya nelayan yang mengahadapi kasus hukum yang
berkaitan dengan perikanan dan kelautan nelayan harus diberikan pelayanan. Kelima,
perlindungan wilayah tangkap ikan untuk mencegah kompetensi yang tidak sehat.
(Arif Satria 2015). Sejatinya perlindungan harus dibarenggi dengan langkah
pemberdayaan. Pemberdayaan yang menyentuh terhadap pelayanan hak-hak dasar dan
kebijakan pemerintah terhadap pasar modal juga menjadi isu penting.
Artinya pada point ini pemerintah tak
hannya melindunggi, namun bagaimana memberikan pemberdayaan yang berkelanjutan
terhadap nelayan. Merujuk pada survei sosial dan ekonomi nasional 3013
menunjukkan, bahwa sekitar 25 persen nelayan mengalami gangguan kesehatan dalam
satu bulan terakhir saat di survei. Sebagian besar dari mereka (nelayan)
tergangu aktivitas untuk mencari nafkah sehingga itu berdampak pada rumah
tangga nelayan. Sedangkan 54 persen yang memilki jaminan kesehatan, dan sakit
sedikit miskin menjadi problem nelayan. (Artikel Kompas 2014).
Seperti yang disebutkan dalam Pasal 30 yang
dirincikan; (1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya
menugasi badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dibidang asuransi
untuk melaksanakan Asuransi Perikanan, dan Asuransi Pergaraman. (2) Pemerintah
pusat, dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya menugasi badan usaha
milik negara atau badan usaha milik daerah dibidang penjaminan untuk
melaksanakan penjaminan guna membantu nelayan, pembudi daya ikan, dan petambak
garam dalam mengakses permodalan guna meningkatkan kapasitas usaha. (3)
Pelaksanaan Asuransi perikanan, asuransi pergaraman, dan penjaminan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pemberdayaan
Nelayan Pesisir
Dalam topik pemberdayaan nelayan Indonesia yang
penting untuk dikaji adalah bagaimana nelayan mengahadapi tantangan yang cukup besar
yakni politik industrialisasi
perikanan. Artinya selain nelayan menjadi pelaku di sektor perikanan, tapi
nelayan dihadapkan pada tatangan dunia yang terus berkembang. Maka tantangan
yang dihadapi nelayan salah satunya adalah persaingan global (industrialisasi) yang menempatkan
nelayan pada pada posisi marginal, hingga dalam hal ini menentukan perberdayaan
dalam sektor perikanan dalam menghadapi pasar global. Ada beberapa catatan
penting dari point-point ini dalam konteks UU NPPG yang berkaitan dengan pemberdayaan.
Ada dua dimensi pokok pokok yakni kultural
dan strukral.
Pertama,
dimensi kultural, pemberdayaan
masyarakat yang mencakup upaya dalam perubahan prilaku ekonom, orentasi
pendidikan, sikap terhadap perkembangan teknologi, dan kebiasaan-kebiasaan
lainnya. Kedua, struktural
yang mencakup upaya perbaikan struktur social, sehingga hal ini memungkinkan
terjadinya perubahan vertikal terhadap nelayan. Dalam konteks ini nelayan
diberikan pemberdayaan berkelanjutan terhadap masyarakat setempat. Nelayan
memiliki cara tersendiri bagaimana membuat laut agar tetap lestari, Artinya
banyak kearifan lokal yang ditinggalkan secara turun-temurun oleh nenek moyang
atau aturan lokal (awiq-awiq) yang
dijadikan untuk melestarikan laut.
Bogor, 6 April 2016
0 komentar:
Posting Komentar