Pesisir Telong-Elong, Lombok. (Dok.Pribadi) |
Sebagai ormas terbesar di Nusa Tenggara Barat (NTB), Nahdlatul Wathan (NW) memiliki tugas sejarah yang sunguh penting. Tugas tersebut terkat
dengan dua hal yang berhubungan. Pertama,
terkait dengan pentingnya strategi pembangunan ekonomi rakyat berbasis sumber
daya lokal. Kedua, terkait dengan
konstituen NW yang berada di pedesaan, baik desa pertanian maupn desa pesisir,
dan selama ini bergelut dengan ekonomi kerakyatan.
Dua hal ini mestinya mendorong NW makin berperan dalam
menwujudkan ekonomi rakyat berbasis sumberdaya lokal, yang sebenarnya sama saja
dengan memberdayakan ekonomi konstituennya. Dalam rangka menjalankan dua misi
tersebut, setidaknya ada dua level yang mesti diperhatikan. Pertama, level makro. Pada level ini,
langkah yang terpenting adalah advokasi kebijakan. Dalam konteks NTB banyak
warga NW yang telah menduduki posisi penting, baik di kepala daerah maupun di
DPR.
Meski mereka berada di partai yang berbeda, semestinya komitmen untuk
memperjuangkan kepentingan nasional dan NW harus sama kuat. Mereka bisa dijadikan agen NW dalam memproduksi kebijakan
yang mendukung tumbuhnya ekonomi rakyat. Dalam hal ini, NW bisa mengidentifikasi
kebijakan apa saja ditingkat nasional dan lokal yang diperlukan serta kebijakan
apa saja yang menghambat upaya pengembangan ekonomi rakyat.
Sampai saat ini
pemerintah terus memikirkan pola subsidi (pupuk, bantuan modal, teknologi, dan
sebagainya) untuk pertanian dan perikanan di kawasan pesisir.
Jarak sosial antara pemerintah dan petani atau nelayan
yang membuat kebijakan sering menjadi kurang pas untuk menjawab permasalahan
yang ada di pedesaan.
Di sinilah NW memiliki peran strategis sebagai jembatan
antara petani atau nelayan dan pemerintah. Peran makrostruktural ini, bila dimainkan dengan baik, akan mejadikan NW
sebagai penyelamat ekonomi rakyat. Dan bila itu terjadi, sebenarnya NW juga
membela warganya. Kedua,
level mikro. Pada saat yang sama, NW perlu memikirkan juga bagaimana
memperdayakan warganya agar menjadi petani atau nelayan yang tangguh.
Ketangguhan
dapat dilihat dari kemampuan mereka menguatkan organisasi petani dan nelayan, sehingga aspiratif dan kemampuan memperjuangkan kepentingan anggotanya. Pada
tataran yang lebih teknis lagi, NW perlu secara sistematis mengupayakan
terwujudnya institusi yang membuat petani dan nelayan NW menjadi lebih berdaya.
Jika Muhammadiyah mampu mengembangkan lembaga ekonomi, mengapa NW tidak?
Melalui lembaga ekonomi, semsetinya NW bisa mengebangkan
institusi perkreditan sendiri dengan mekanisme nonkonvensional yang kompetibel
dengan usaha pertanian dan perikanan. Begitu pula dalam hal pendampingan
teknologi. Perguruan tinggi perlu diajak untuk mengembangkan teknologi alternatif
ramah lingkungan dalam rangka membangun kemandiriian petani.
Banyak varietas lokal yang mestinya dikembangan untuk
pertanian lokal melalui penguatan bank benih.
Ini penting untuk menghindari ketergantungan pada benih-benih hibrida
pada produk perusahan multinasional. Ketergantungan petani dan nelayan pada
pedagang yang selama ini lebih menikmati keuntungan juga mesti dikurangi.
Karena itu pulalah mereka mesti membangun koperasi yang tangguh.
Dua hal di atas mungkin perlu dipertimbangkan untuk
penguatan NW kedepan. Untuk itu, populisme NW harus dimaknai tidak semata
sebagai identitas kultural konstituennya yang merupakan representasi masyarakat
menengah dan tinggal di pedesaan, tetapi juga sebagai sebuah gerakan untuk
memberdayakan mereka. Memberdayakan mereka sama saja dengan memperkuat ekonomi
rakyat. Memperkuat ekonomi rakyat sama dengan memperkuat pilar ekonomi
nasional. Wallahualab bisawab.
0 komentar:
Posting Komentar