Lima kiat Pengembangan Energi Terbarukan di Indonesia

Ilustrasi sumber foto (www.matamekanik.blogspot.com)

Saya mulai ikut aktif diskusi tentang eneri terbarukan, ketika menginjak semester pertama 
di Institut Pertanian Bogor (IPB), Jawa Barat. Saya masuk di jurusan Sosiologi Pedesaan 
Fakultas Ekologi Manusia (FEMA). Bagiku ini adalah isu yang tak pernah saya pelajari 
sebelumnya, karena waktu S1 saya mengambil jurusan hukum Islam di Intitut 
Agama Islam negeri (IAIN) Mataram. Namun di IPB semester pertama, saya mendapat mata 
kuliah pengantar politik dan ekologi manusia. 

Di mata kuliah inilah saya banyak membaca mengenai isu-isu bagaimana penggelolaan
lingkungan hingga bagaimana pemanfaatan enegi terbarukan di Indonesia.  Catatan ini
 merupakan hasil dari diskusi dan catatan saya selama mengikuti kuliah yang berkaitan tentang 
enegi terbarukan.  

Salah satu program pelestarian lingkungan yang tengah digalakkan saat ini ialah pengembangan 
energi terbarukan, mengingat energi yang dibutuhkan manusia dalam aktivitas pembangunan, 
namun disisi lain, memiliki peran besar dalam pengerusakan lingkungan dalam skala besar.

Biomassa dalam bentuk kayu sebagai salah satu energi terbarukan sebenarnya sudah lama digunakan sejak lebih dari 150 tahun lalu. Namun pasca penermuan mesin-mesin berbahan bakar energi fosil (bahan bakar mineral, seperti minyak bumi, batu bara dan gas alam), tingkat ketergantungan terhadap terhadap kayu mulai berkurang. Sebagai sumber energi batu baru, minyak dan gas alam, lebih bisa diandalkan sekaligus lebih murah dibandingkan kayu.

Karena dalam perkembangannya bahan bakar fosil cenderung fluktuatif (kondisi yang tidak stabil), cadangannya semakin menipis dan mengimisi CO2 dalam jumlah volume besar, maka kini bergantung pada upaya dilakukan untuk pengembangan energi yang lebih ramah dengan lingkungan dan tersedia dalam jumlah yang tak terbatas.

Enrgi ini disebut dengan energi baru dan terbarukan atau (EBT). Sedang sumber utama yang umumnya digunakan untuk energi terbarukan hingga saat ini terdiri atas air, tenaga surya, angin, panas bumi, biodiesel, dan gelombang laut. Sebenarnya energi terbarukan menawarkan berbagai manfaat bagi kehidupan manusia dan lingkungan yang berkelanjutan. 


Pertama, emisi gas kaca yang rendah, baik ketika dikonsumsi maupun pada saat produksinya. Fakta ini menjadikan energi terbarukan sebagai komponen utama dalam strategi mitigasi (upaya mengurangi resiko) perubahan iklim untuk mengantikan sumber energi pada karbon. Merujuk pada perhitungan  IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) 2011, menunjukkan gas alam mengemisi anatara 0.6 hingga 2 pon CO2 setara perkilowatt-jam (CO2E/kWh) dan batu bara sebesar 1.4 sampai 3.6. Sedangkan tenaga angin hannya 0`02 -0.04 , tenaga surya 0.07-02, panas bumi 0.1-0.2 dan tenaga air hannya 0.1-0.5. untuk biomassa, kisarannya tergantung pada sumber energi yang digunakan serta pemakaiannya.

Kedua, kesehatan publik yang lebih baik. Dampak positif rendahnya energi terbarukan diantaranya ialah terhindarnya pencemaran terhadap udara dan air yang berpotensi menimbulkan berbagai penyakit. Hal ini akan menurukan biaya kesehatan yang ditanggung pribadi maupun oleh negara. Bahkan, pembangkit tenaga angin dan surya tidak membutuhkan ai, sehingga tidak mengakibatkan polusi dan tidak mereduksi jumlah air, yang diperlukan untuk kebutuhan masyarakat sehari-hari. 

Sedangkan disisi lain, pertambagan batu bara dan pengeboran gas alam berpotensi menciptakan polusi terhadap sumber air minum. Lebih jauh produksi bahan bakar fosil, baik batu bara, minyak maupun gas alam membutuhkan air dalam jumlah besar untuk proses pendinginan.

Ketiga, persediian bahan baku yang tidak akan habis. Suplai angin, sinar matahari, residu tanaman, panas dari dasar bumi serta air yang deras selalu tersedia. Keragaman suplai seperti ini akan menurukan tingkat ketergantungan terhadap salah satu sumber energi. Selain itu, kebanyakan bahan baku energi terbarukan tersedia gratis, sehingga harga pasarnya cenderung stabil. Hal ini jelas berbeda dengan harga bahan bakar fosil yang sangat fluktuatif.

Keempat, sistem energi yang lebih diandalkan. Pembangkit surya dan tenaga angin memiliki probabilitas kegagalan berskala besar yang lebi rendah, karena secara geografis terbesar dibanyak wilayah. Cuaca buruk dilokasi tidak mengangu suplai energi keseluruh wilayah.

Kelima, penyediaan lapangan pekerjaan. Proses produksi energi fosil cenderung mekanistik dan padat modal. Ini berbeda dengan sektor enegi baru dan terbarukan, yang leih bersifat padat karya. Dengan demikian, secara rata-rata, kemampuan dalam penyerapan tenaga kerja industri energi terbarukan akan lebih besar ketimbang sektor energi fosil.  

Namun demikian, perlu dicatat bahwa selain diperlukan kapasitas yang sangat besar untuk menjamin pasokan, baik untuk tenaga listrik maupun transportasi, energi bersih juga membawa dampak negatif bagi lingkungan.

Tulisan ini diikutsertakan dalam kompetisi Blog #15HariCeritaEnergi terbarukan  dan konservasi energi yang diselengarakan oleh www.esdm.go.id

Sumber dan bahan bacaan.
Majalah Prisma (Jurnal Pemikiran Sosial Ekonomi) 2016
Takashi Inoguchi, Kota Dan Lingkungan. LP3ES, 2003
Catatan kuliah di Sosiologi Pedesaan IPB Bogor. 


0 komentar:

Posting Komentar

 

Translate

Flickr Photostream

Twitter Updates

Meet The Author