Tiga Alasan, Kenapa Pencari Beasiswa Harus Baca Buku “Inspirasi Paman Sam”


Di tanah air (Indonesia), ada ratusan atau bahkan ribuan jumlah para peraih beasiswa dalam negeri, dan luar negeri. Sebagian besar mereka adalah dari kampus ternama di Jawa, tapi beberapa tahun ini Lembaga Dana Penggelola Pendidikan (LPDP) menerima ratusan penerima beasiswa S2/S3 dari kampus luar Jawa. 

Sebagian mereka ini berasal lokasi belajar mereka tersebar di berbagai kampus dalam negeri, dan luar negeri. Amerika, Australia, Eropa, Asia, dan Timur Tengah, Negara ini adalah tujuan studi para pencari beasiswa S2/S3. Di tanah air sendiri menyediakan banyak beasiswa, baik itu untuk pendidikan S2/S3. Di antaranya, beasiswa LPDP, Dikti, Djarum dan masih banyak kampus ataupun lembaga swasta lainnya. 

Sedangkan untuk luar negeri, Fulbright, USAID  Prestasi, Chevening, Neso Belanda, Turky, dan beasiswa Australia Awards. Masih ada banyak lagi lembaga penyandang beasiswa. Tinggal dipilih sesuai dengan minat atau Negara tujuan hendak dipilih. Bukankah ini kesempatan yang harus diperjuangkan oleh para pencari beasiswa S2. 

Dari ribuan penerima beasiswa itu, namun tak banyak diantara mereka para penerima beasiswa ini mau berbagai trik atau bahkan kisah manis mereka menaklukkan beasiswa dalam negeri, dan luar negeri. Bukankah suatu yang menyenangkan bagi para pencari beasiswa bisa menemukan teman yang dijadkan sebagai a role model, tempat bertanya berbagai hal mengenai beasiswa. 

Kesulitan dalam tahap awal itu mengejar beasiswa S2/S3 itu sudah pasti, tapi jangan jadikan kesulitan itu pengalangan meraih mimpi mendapatkan beasiswa. Saya yakin Anda para tahap awal pencari beasiswa akan pernah merasakan kesulitan itu. Anda pun akan merasakan kesulitan bukan?

 Saya pun pernah merasakan kesulitan itu. Ketika hendak mengikuti seleksi beasiswa LPDP, saya mengalami kesulitan itu, terlebih lagi Anda brasal dari kampus luar pulau Jawa. Membaca syarat TOEFL minimal 450 menjadi kesulian syarat utama para pencari beaiswa asal daerah. Kesulitan seperti ini dialami oleh ribuan pencari beaiswa S2/S3 asal kampus kecil di luar pulau Jawa. 

Saya beruntung, karena LPDP waktu itu tak mensyaratkan skor TOEFL 550 di depan. Dua bulan setelah dinyatakan lulus seleksi LPDP. Tanpa sengaja, saya membaca catatan-catatan seorang penerima beasiswa Ford Foundatiaon asal Bengkulu, Budi Waluyo di Kompasiana. Dari catatan di Kompasiana ini, saya membaca satu persatu  trik-trik memenangkan beasiswa S2 ke luar negeri. 

Dalam blog Kompasiana ini Budi Waluyo begitu lengkap memberikan penjelasan dari bagaimana meningkatkan skor TOEFL, membuat essay, personal statement, rekomendasi, bahkan sampai mendapatkan kampus tujuan di luar negeri. Lebih lengkapnya Budi Waluyo ia aktif menulis di blog pribadinya www. sdsafadg.com, dan share tulisanya bisa dijumpai di twitter @01_budi, facebook Budi Waluyo.
  

Bagi Anda pencari beasiswa merasa senang, kerena sudah orang yang berbagai catatan gambang soal beasiwa. Waktu itu, Budi Waluyo belum mendirikan Sekolah TOEFL seperti sekarang ini. Maka bagi Anda siswa Sekolah TOEFL beruntung sudah ada yang rela memberikan bimbingan pada Anda, tanpa bayaran sepeserpun pada Sekolah TOEFL. 

Dari berbagai kesulitan yang pernah, saya alami ketika mengikuti seleksi beaisiswa LPDP. Saya ingin berbagai pengalaman dari membaca buku “Inspirasi Paman Sam”. Pertanyaanya adakah mereka penerima beasiswa yang bisa dijadikan sebagai a role model, bukan sekedar tempat bertanya, sekaligus belejar dari pengalaman mereka. Tak sekedar itu, Anda bisa belajar dan bertanya bagaimana meningkatkan Skor TOEFL. Menyenangkan bukan?

Berikut ini ada empat alasan kenapa buku “Inspirasi Paman Sam” sangat layak dibaca oleh para pemburu beaiswa di tanah air. 

Pertama, buku Inspirasi Paman Sam, tak sekedar cerita dari kampus luar negeri.
Saya banyak menjumpai sahabat para penerima beasiswa dalam negeri, dan luar negeri yang saat ini sedang menempuh studi S2. Teradang, saya merasa tak begitu bahagia, dengan tulisan status pendek dan foto saja. Itu seakan rutin tiap hari. Tak ada yang salah dari semua itu, namun untuk sekelas para penerima beasiswa dari lembaga besar, semestinya mereka ceritakan kisah mereka dalam catatan kecil sederhana, bagaimana mereka menaklukan beasiswa S2/S3, atau bagaimana tradisi intelektual yang terjadi ditempat mereka menuntut ilmu. 

Bukankah itu lebih bermanfaat untuk menjadikan sebagai tradisi literasi mereka yang sepanjang hayat akan menajdi mutiara dalam kenangan. Berbagi foto narsis itu terbilang biasa dan itu manusiawi. Dalam setiap perjalanan selalu terselip kisah kita. Terlbih lagi para penemeima beaiswa S2/S3 akan sangat memikat, jika diceritakan. Namun mereka penerima beaiswa yang mau mengkemas perjalanan mereka hingga membuat daya pikat buat orang lain. 

Akan lebih bagus, jika perjalanan itu jadikan sebagai buah dari perjalanan selama menempa diri di negeri tujuan mereka. Saya lihat dalam buku ini, penulis telah membuat perjalanannya sebagai sebuah catatan inspirasi yang sangat berguna bukan sekedar untuk dirinya melainkan untuk orang lain. (para pemburu beasiswa S2/S3).

Kedua, penulis buku “Inspirasi dari paman Sam” bisa dijadikan sebagai Role Model
Mendapatkan informasi beaiswa S2/S3 dalam negeri dan luar negeri itu cukup mudah dengan membuka internet, search di google, maka puluhan informasi beasiswa akan muncul layaknya jamur yang bermekaran di musim penghujan tiba. Namun yang seringkali membuat para pencari beasiswa S2/S3, adalah mereka kesulitan menemukan orang yang mau berbagai trik dan pengalaman mereka dalam menaklukkan beasiswa. Dan saya yakin para pencari beasiswa S2 tahap awal ini sangat merasakan kesulitan itu.

Belajar kesulitan itu, penulis Budi Waluyo membuat kisah menjadi sebuah kisah menarik dan meluangkan waktunya untuk berbagi berbagai trik,pengalaman memenangkan beaiswa di Manchester University, dan Lehigh University Amerika (saat ini). Artinya Anda bisa bertanya sekaligus menjadi penulis sebagai “a role model” dalam menyusun rencana masa depan untuk meraih beasiswa studi di dalam negeri dan luar negeri. 

Bagi Anda yang memiliki minat melanjutkan studi ke luar negeri bisa membaca buku ini dan bertannya banyak hal seputar beasiswa S2. Mulai syarat TOEFL, contoh personal statement, Curriculum vitae (CV) dan syarat lainnya. 
   
Ketiga, Sekolah TOEFL rumah belajar bersama
Saya pikir disinilah bedanya penulis dengan para penerima S2/S3 lainnya di tanah air. Tanpa ingin menyingung para penerima beaiswa lainnnya. Di tengah kesikukan mengerjaan kewajiban sebagai mahasiwa S3 di Legih University, penulis tak sekedar berbagai catatan-catatan dan trik memenanggkan beaiswa. Namun penulis menyempatkan waktu mendirikan Rumah TOEFL. 

Rumah TOEFL ini dihajatkan untuk membantu mereka para pencari beasiswa yang memiliki skor TOEFL di bawah rata-rata. Persyaratan TOEFL atau IELTS adalah syarat utama dalam test beasiswa dalam negeri dan luar negeri. Kesulitan ini sangat dirasakan oleh mahaiswa yang kuliah di kampus luar Jawa. Bukan hannya itu untuk sebagian mahaiswa di kampus urutan terbaik tanah air pun mengalami kesulitan itu.

Terbukti dari para siswa Sekolah Toefl banyak dari kampus besar di pulau Jawa. Di sekolah Toefl para pemberi beasiswa bisa belajar meningkatkan skor TEOFL dengan dituntutan oleh penulis lansung. Mulai dari grammar, listening dan reading, dan Toest Toefl seperti aslinya, menarik bukan?. Keinginan penulis berbagi dengan cara kreatif seperti ini cukup sulit ditemukkan di tanah air.

Kita semua (pencari beaiswa) bersyukur bahwa ada penulis Budi Waluyo bisa berbagai lewat buku ini. Buku ini bukan hannya untuk para pencari beasiswa, tapi jauh lebih luas dari itu, bagi mereka yang ingin membuat hidupnya kaya penuh makna. Penulis mengajarkan pada kita semua bahwa hidup harus diperjuangkan dengan kerja keras dan disiplin.  []

Bogor, 9 Februari 2016

0 komentar:

Posting Komentar

 

Translate

Flickr Photostream

Twitter Updates

Meet The Author