Kejutan Kompasiana, Tak Datang Begitu Saja


Kejutan memang tak disangka-sangka. Kejutan itu seringkali datang dan pergi sesuka hatinya. Tanpa ingin memulai dari sesuatu sederhana, kejutan tidak akan datang menyapa begitu saja. Jika dirimu tidak percaya, kau boleh buktikan sendiri.

Bisik seorang teman padaku ketika hendak memulai bergabung bersama Kompasiana 2013 tahun silam. Waktu itu, saya terbiasa beranggapan bahwa kejutan itu akan datang sangat cepat, tanpa pernah melewati usaha dan jalan berliku untuk mendapatkannnya. Laksana kisah Raja Karun yang menemukan gundukan peti emas dibukit gurun Padang Sabana.

Pada perjalanan yang saya lalui. Saya pun mengerti sendiri dengan bisikkan seorang teman itu. Siapa yang tidak bersenang hati, takjub gembira mendapatkan kejutan yang tak pernah disangka-sangka. Bukankah ketika mendapat kejutan, berbentuk hadiah dan dalam bentuk apa pun itu yang tidak pernah terbayang dalam pikiran kita. 

Lantas kita bercerita pada teman terdekat. Saya yakin, bukan hannya saya sediri yang gembira, melainkan Anda pun akan mengalami itu, takkala kejutan datang tak disangka. Bukankah begitu?

Satu minggu lalu, saya mengikuti acara Olimpiade Sains Nasional (OSN) 2015 yang diselenggarakan oleh PT. Pertamina Indonesia. Bertepat di Gedung Baru Integrated Faculty Club, Universitas Indoensia (UI), Jakarta. Bersama sepuluh Kompasiner lainnya, saya termasuk salah satu dari yang meliput acara teserbut dengan gaya liputan citizen Journlism. Ini terbilang pengalaman pertama saya mengikuti liputan Kompasiana.

Dari melakukan registrasi sampai makan siang, saya lakukan dengan tertib, layaknya murid baru yang kali pertama masuk kelas. Di depan pintu masuk panitia telah menyediakan absensi bagi para peserta dan awak media. Dalam saya mualai berat untuk registrasi. Dengan menuliskan kompasiana di absensi, saya dipersilahkan duduk untuk menikmati hidangan makan siang yang telah disedaikan panitia OSN 2015. 

Seraya menunggu kompasiner lainnya. Karena tidak memiliki pengalaman liputan versi kompasiana sebelumnya, saya kurang percaya diri, jika memulai liputan terlebih dahulu. Satu persatu para kompasiner dari Jabotabek berdatangan. Saya saksikan sebagian dari mereka begitu cekatan dan lincah mengambil momen-momen serta membedik peserta dan panitia. 

Di sela-sela liputan bersama, saya salah satu kompasiner diskusi banyak hal mengenai Kompasiana. Mereka inilah para pencipta kejutan dan keajaiban. Usai liputan bersama, saya tiba-tiba dibisiki salah seroang admin dari Kompasiana. Ia memintakan untuk membubuhkan tanda tangan, sambil menyelipkan dua amplob dan satu kaos berwarna merah putih. Maaf nominalnya tidak saya sebutkan (rahasia). Hiks…hiks.. Dalam hati, saya katakan, Tuhan kejutan apalagi yang kau berikan padaku?

Dari awal bergabung di Kompasiana, saya tidak pernah membayangkan akan ikut terlibat liputan. Menjadi bagian dari Kompasiana adalah bagian langka bagi anak di daerah kawasan timur, Lombok Nusa Tenggara Barat (NTB). Saya ingin melalui rangkaian belajar menempa diri dan menekuni menulis dengan mereka para peramu kata-kata. 

Yang ketika membacanya terasa renyah bagi berbagai kalangan. Mendatangkan hadiah dalam memenangkan lomba blogger Kompasiana adalah bagin kesekian yang jarang terpikirkan. Saya ingin mengikuti jejak mereka yang telah banyak menciptakan keajaiban hannya dengan bekal catatan-catatan sederhana dan ringan di Kompasiana. 

Bukankah kejutan sekecil apa pun tak datang begitu saja?
Dari Kompasiana saya ingin belajar menebar cerita-cerita sederhana. Mencoba menabung peluang demi sebuah proses. Kita tak tahu kapan kejutan itu akan menjerat kita dengan sebuah keajaiban. Namun saat momen itu datang, kita tidak pernah menyadari bahwa semua itu diawali dengan iktiar untuk menebari kejutan bagi diri kita sendiri. Menciptakan kejutan tak hannya dari Kompasiana, melainkan dari banyak hal sederhana yang kita tekuni.

Kejutan tak akan hadir pada mereka yang hannya bisa berpangku tangan, mereka yang hannya menunggu, mereka yang hannya memelihara pesimisme sehingga tak mau melakukan apa pun. Kejutan dan keajaiban adalah milik mereka yang menyingsingkan lengan bajunya untuk melakukan sesuatu dan berani menebari jaring-jaringan harapan.  Ahyar ros []

Bogor, 2 Desember 2015



0 komentar:

Posting Komentar

 

Translate

Flickr Photostream

Twitter Updates

Meet The Author